Thursday, November 5, 2009

Ibn mas;ud ra yang larangan dzikir berjamaah?

Ibn Masud melarang dzikir berjamaah? Kita biasa mendengar orang berhujah dengan
dalil ini



Jawapan kepadanya oleh habib Munzir almunsawa
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,

berikut penjelasan mengenai riwayat Ibn mas;ud ra yg mereka jadikan dalil sebagai larangan dzikir berjamaah :

al-Albani dalam Silsilah al-Ahadith al-Shahihah, jld. 5, m.s. 11.
Yaitu :

Daripada ‘Amr bin Salamah katanya: “Satu ketika kami duduk di pintu ‘Abd Allah bin Mas‘ud sebelum solat subuh. Apabila dia keluar, kami akan berjalan bersamanya ke masjid. Tiba-tiba datang kepada kami Abu Musa al-Asy‘ari, lalu bertanya: “Apakah Abu ‘Abd al-Rahman telah keluar kepada kamu?” Kami jawab: “Tidak!”. Maka dia duduk bersama kami sehingga ‘Abd Allah bin Mas‘ud keluar. Apabila dia keluar, kami semua bangun kepadanya.
Lalu Abu Musa al-Asy‘ari berkata kepadanya: “Wahai Abu ‘Abd al-Rahman, aku telah melihat di masjid tadi satu perkara yang aku tidak bersetuju, tetapi aku tidak lihat – alhamdulilah – melainkan ianya baik”. Dia bertanya: “Apakah ia?”. Kata Abu Musa: “Jika umur kamu panjang engkau akan melihatnya. Aku melihat satu puak, mereka duduk dalam lingkungan (halaqah) menunggu solat. Bagi setiap lingkungan (halaqah) ada seorang lelaki (ketua kumpulan), sementara di tangan mereka yang lain ada anak-anak batu. Apabila lelaki itu berkata : Takbir seratus kali, mereka pun bertakbir seratus kali. Apabila dia berkata: Tahlil seratus kali, mereka pun bertahlil seratus kali. Apabila dia berkata: Tasbih seratus kali, mereka pun bertasbih seratus kali.” Tanya ‘Abd Allah bin Mas‘ud: “Apa yang telah kau katakan kepada mereka?”. Jawabnya: “Aku tidak kata kepada mereka apa-apa kerana menanti pandangan dan perintahmu”.
Berkata ‘Abd Allah bin Mas‘ud: “Mengapa engkau tidak menyuruh mereka mengira dosa mereka dan engkau jaminkan bahawa pahala mereka tidak akan hilang sedikit pun”. Lalu dia berjalan, kami pun berjalan bersamanya. Sehinggalah dia tiba kepada salah satu daripada lingkungan berkenaan. Dia berdiri lantas berkata: “Apa yang aku lihat kamu sedang lakukan ini?” Jawab mereka: “Wahai Abu ‘Abd al-Rahman! Batu yang dengannya kami menghitung takbir, tahlil dan tasbih”. Jawabnya: “Hitunglah dosa-dosa kamu, aku jamin pahala-pahala kamu tidak hilang sedikit pun. Celaka kamu wahai umat Muhammad! Alangkah cepat kemusnahan kamu. Para sahabat Nabi masih lagi ramai, baju baginda belum lagi buruk dan bekas makanan dan minuman baginda pun belum lagi pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya , apakah kamu berada di atas agama yang lebih mendapat petunjuk daripada agama Muhammad, atau sebenarnya kamu semua pembuka pintu kesesatan?”
Jawab mereka : “Demi Allah wahai Abu ‘Abd al-Rahman, kami hanya bertujuan baik.” Jawabnya : “Betapa ramai yang bertujuan baik, tetapi tidak menepatinya.” Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada kami satu kaum yang membaca al-Quran namun tidak lebih dari kerongkong mereka Demi Allah aku tidak tahu, barangkali kebanyakan mereka dari kalangan kamu.” Kemudian beliau pergi.
Berkata ‘Amr bin Salamah: “Kami melihat kebanyakan puak tersebut bersama Khawarij memerangi kami pada hari Nahrawan.”
---
jawaban :
Hujjah yang dikemukakan ini, adalah atsar (perbuatan) Abdullah bin Mas`ud r.a.. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam ad-Daarimi dalam sunannya, jilid 1 halaman 68, dengan sanad dari al-Hakam bin al-Mubarak dari 'Amr bin Yahya dari ayahnya dari datuknya (Amr bin Salamah).

Menurut sebagian muhadditsin, kecacatan atsar ini adalah pada rawinya (rawi : periwayat) yang bernama 'Amr bin Yahya (yakni cucu Amr bin Salamah). Imam Yahya bin Ma`in memandang "riwayat daripadanya tidak mempunyai nilai". Imam adz-Dzahabi menerangkannya dalam kalangan rawi yang lemah dan tidak diterima riwayatnya, dan Imam al-Haithami menyatakan bahwa dia adalah rawi yang dhoif.

Dalam Atsar tersebut dapat dipahami bahwa yang ditegur oleh Sayyidina Ibnu Mas`ud adalah golongan KHAWARIJ. Maka atsar Sayyidina Ibnu Mas`ud lebih kepada kritikan beliau kepada para pelaku yang tergolong dalam firqah Khawarij. Di mana golongan Khawarij memang terkenal dengan kuat beribadah, kuat sholat, kuat berpuasa, kuat membaca al-Quran, banyak berzikir sehingga mereka merasakan diri mereka lebih baik daripada para sahabat Junjungan s.a.w. Maka kritikan Sayyidina Ibnu Mas`ud ini ditujukan kepada kelompok Khawarij yang mereka itu mengabaikan bahkan mengkafirkan para sahabat karena beranggapan ibadah mereka lebih hebat dari para sahabat.

Sehingga janganlah digunakan atsar yang ditujukan kepada kaum Khawarij ini digunakan terhadap saudara muslim lain yang sangat memuliakan para sahabat Junjungan Nabi s.a.w.

Jangan dikira para ulama Aswaja tidak tahu mengenai atsar Sayyidina Ibnu Mas`ud ini.

Imam as-Sayuthi rhm. pada "Natiijatul Fikri fil Jahri fidz Dzikri" dalam "al-Hawi lil Fatawi" juz 1. Di situ Imam asy-Sayuthi menguraikan 25 hadits dan atsar yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhan hingga yang diriwayatkan oleh al-Mirwazi berkaitan dengan zikir secara jahar dan majlis zikir berjamaah.

Sedangkan terhadap atsar Ibnu Mas`ud tersebut, Imam asy-Sayuthi pada halaman 394 menyatakan, antara lain:
(Jika engkau berkata) Telah dinukilkan yang Sayyidina Ibnu Mas`ud telah melihat satu kaum bertahlil dengan mengangkat suara dalam masjid, lalu beliau berkata: "Tidak aku melihat kamu melainkan (sebagai) pembuat bid`ah", sehingga dikeluarkannya mereka dari masjid tersebut. (Kataku - yakni jawaban Imam as-Sayuthi) Atsar daripada Sayyidina Ibnu Mas`ud r.a. ini memerlukan penjelasan lanjut berhubung sanadnya dan siapa yang telah mengeluarkannya dari kalangan para hafidz dalam kitab-kitab mereka.

Jika seandainya dikatakan ianya memang tsabit (kuat riwayatnya), maka atsar ini bertentangan dengan hadits-hadits yang banyak lagi tsabit yang telah dikemukakan yang semestinya didahulukan (sebagai pegangan) dibanding atsar Ibnu Mas`ud apabila terjadi pertentangan (apalagi atsar itu dhoif sebagaimana dijelaskan bahwa rawinya dhoif) . Kemudian, aku lihat apa yang dianggap sebagai keingkaran Sayyidina Ibnu Mas`ud itu (yakni keingkarannya terhadap majlis-majlis zikir bersama-sama tadi) yakni penjelasan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab "az-Zuhd" yang menyatakan:- Telah memberitahu kami Husain bin Muhammad daripada al-Mas`udi daripada 'Aamir bin Syaqiiq daripada Abu Waail berkata:- "Mereka-mereka mendakwa 'Abdullah (yakni Ibnu Mas`ud) mencegah daripada berzikir (dalam majlis-majlis zikir), padahal 'Abdullah tidak duduk dalam sesuatu majlis melainkan dia berzikirullah dalam majlis tersebut."

Dalam kitab yang sama, Imam Ahmad juga meriwayatkan bahwa Tsabit al-Bunani berkata:- "Bahwasanya ahli dzikrullah yang duduk mereka itu dalam sesuatu majlis untuk berdzikrullah, jika ada bagi mereka dosa-dosa semisal gunung, niscaya mereka bangkit dari (majlis) dzikrullah tersebut dalam keadaan tidak tersisa sesuatupun dosa tadi pada mereka", (yakni setelah berzikir, mereka memperolehi keampunan Allah ta`ala).

melarang dzikir dg suara keras di masjid hukumnya kufur, karena menentang Alqur'an, Allah swt berfirman : Dirumah rumah Allah (masjid) telah Allah izinkan untuk mengangkat suara sebutan dzikir Nama Nya, dan bertasbih pada Nya di pagi hari dan sore (QS Annur 36).

Allah swt berfirman : Mereka yg ringan timbangan pahalanya maka mereka adalah orang yg merugikan dirinya sendiri dan mereka selamanya di neraka, wajah mereka hangus terbakar dan kedua bibirnya menjulur (kesakitan dan kepanasan), bukanlah sudah dibacakan pada kalian ayat ayat Ku dan kalian mendustakannya?, maka mereka berkata : Wahai Tuhan kami, kami telah tertundukkan oleh kejahatan kami dan kami telah tergolong kaum yg sesat, Wahai Tuhan Kami keluarkan kami dari neraka dan jika kami kembali berbuat jahat maka kami mengakui kami orang yg dhalim, (maka Allah menjawab) : Diamlah kalian didalam neraka dan jangan kalian berbicara lagi, dahulu ada sekelompok hamba hamba Ku yg berdoa : Wahai Tuhan Kami kami beriman, maka ampuni dosa dosa kami, dan kasihanilah kami dan Sunguh Engkau Maha Berkasih sayang dari semua yg berkasih sayang, namun kalian mengejek mereka sampai kalian melupakan dzikir pada Ku dan kalian menertawakan mereka, Sungguh Aku membalas kebaikan mereka saat ini dan merekalah orang yg beruntung (QS Al Mukminun 103 - 111)

lihatlah ayat diatas sdrku, Allah swt murka pada mereka yg mengecoh dan mengejek dan menertawakan orang yg berdzikir bersama, lihat ucapan doa para ahlu dzikir itu, Allah menjelaskan mereka berkata : Wahai Tuhan kami, kami beriman maka ampunilah kami... dst.

ucapan KAMI menunjukkan mereka berdoa bersama, bukan sendiri sendiri.

Allah menjelaskan merekalah yg beruntung, dan yg mengejek mereka akan dihinakan Allah swt.

Kita Ahlussunnah waljamaah berdoa, berdzikir, dengan sirran wa jahran, di dalam hati, dalam kesendirian, dan bersama sama.

Sebagaimana Hadist Qudsiy Allah swt berfirman : “BILA IA (HAMBAKU) MENYEBUT NAMAKU DALAM DIRINYA, MAKA AKU MENGINGATNYA DALAM DIRIKU, BILA MEREKA MENYEBUT NAMAKU DALAM KELOMPOK BESAR, MAKA AKUPUN MENYEBUT (membanggakan) NAMA MEREKA DALAM KELOMPOK YG LEBIH BESAR DAN LEBIH MULIA”. (Shahihain Bukhari dan Muslim).

Allah berfirman :
"DAN SABARKAN DIRIMU UNTUK TETAP BERSAMA ORANG ORANG YG BERDZIKIR DAN BERDOA KEPADA TUHAN MEREKA DI PAGI HARI DAN SORE SEMATA MATA HANYA MENGINGINKAN RIDHA ALLAH, DAN JANGAN KAU PALINGKAN WAJAHMU DARI MEREKA KARENA MENGHENDAKI KEDUNIAWIAN, DAN JANGAN TAATI ORANG ORANG YG KAMI BUAT MEREKA LUPA DARI MENGINGAT KAMI………….” (QSAl Kahfi 28)

Berkata Imam Attabari : “Tenangkan dirimu wahai Muhammad bersama sahabat sahabatmu yg duduk berdzikir dan berdoa kepada Allah di pagi hari dan sore hari, mereka dengan bertasbih, tahmid, tahlil, doa doa dan amal amal shalih dengan shalat wajib dan lainnya, yg mereka itu hanya menginginkan ridho Allah swt bukan menginginkan keduniawian” (Tafsir Imam Attabari Juz 15 hal 234)

Tentunya ucapan diatas menyangkal pendapat yg mengatakan bahwa yg dimaksud ayat itu adalah orang yg shalat, karena mustahil pula Allah mengatakan pada nabi saw untuk sabar duduk dg orang yg shalat berjamaah, karena shalat adalah fardhu, namun perintah “duduk bersabar” disini tentunya adalah dalam hal hal yg mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang.

Dari Abdurrahman bin sahl ra, bahwa ayat ini turun sedang Nabi saw sedang di salah satu rumahnya, maka beliau saw keluar dan menemukan sebuah kelompok yg sedang berdzikir kepada Allah swt dari kaum dhuafa, maka beliau saw duduk bersama berkata seraya berkata : Alhamdulillah… yg telah menjadikan pada ummatku yg aku diperintahkan untuk bersabar dan duduk bersama mereka” riwayat Imam Tabrani dan periwayatnya shahih (Majmu’ zawaid Juz 7 hal 21)

Sabda Rasulullah saw : “akan tahu nanti dihari kiamat siapakah ahlulkaram (orang orang mulia)”, maka para sahabat bertanya : siapakah mereka wahai rasulullah?, Rasul saw menjawab : :”majelis majelis dzikir di masjid masjid” (Shahih Ibn Hibban hadits no.816)

Rasulullah saw bila selesai dari shalatnya berucap Astaghfirullah 3X lalu berdoa Allahumma antassalam, wa minkassalaam….dst” (Shahih muslim hadits no.591,592)
Kudengar Rasulullah saw bila selesai shalat membaca : Laa ilaaha illallahu wahdahu Laa syariikalah, lahulmulku wa lahulhamdu…dst dan membaca Allahumma Laa Maani’a limaa a’thaiyt, wala mu’thiy…dst” (shahih Muslim hadits no.593)

Hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.808, dan masih banyak puluhan hadits shahih yg menjelaskan bahwa Rasul saw berdzikir selepas shalat dengan suara keras, sahabat mendengarnya dan mengikutinya, hal ini sudah dijalankan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, lalu tabi’in dan para Imam dan Muhadditsin tak ada yg menentangnya.

Sabda Rasulullah saw : “sungguh Allah memiliki malaikat yg beredar dimuka bumi mengikuti dan menghadiri majelis majelis dzikir, bila mereka menemukannya maka mereka berkumpul dan berdesakan hingga memenuhi antara hadirin hingga langit dunia, bila majelis selesai maka para malaikat itu berpencar dan kembali ke langit, dan Allah bertanya pada mereka dan Allah Maha Tahu : “darimana kalian?” mereka menjawab : kami datang dari hamba hamba Mu, mereka berdoa padamu, bertasbih padaMu, bertahlil padaMu, bertahmid pada Mu, bertakbir pada Mu, dan meminta kepada Mu,

Maka Allah bertanya : “Apa yg mereka minta?”,
Malaikat berkata : mereka meminta sorga,
Allah berkata : apakah mereka telah melihat sorgaku?,
Malaikat menjawab : tidak,
Allah berkata : “Bagaimana bila mereka melihatnya”.
Malaikat berkata : pastilah mereka akan lebih memintanya,
Allah bertanya lagi : Apa yg mereka minta?
Malaikat berkata : mereka meminta perlindungan Mu,
Allah berkata : “mereka meminta perlindungan dari apa?”,
Malaikat berkata : “dari Api neraka”,
Allah berkata : “apakah mereka telah melihat nerakaku?”,
Malaikat menjawab tidak,
Allah berkata : Bagaimana kalau mereka melihat neraka Ku.
Malaikat berkata :: Pasti mereka akan lebih ketakutan.
Allah swt berfirman : Apa yg mereka lakukan?
Malaikat berkata : mereka beristighfar pada Mu,
Allah berkata : “sudah kuampuni mereka, sudah kuberi permintaan mereka, dan sudah kulindungi mereka dari apa apa yg mereka minta perlindungan darinya, Malaikat berkata : “wahai Allah, diantara mereka ada si fulan hamba pendosa, ia hanya lewat lalu ikut duduk bersama mereka,
Allah berkata : baginya pengampunanku, dan mereka (ahlu dzikir) adalah kaum yg tidak ada yg dihinakan siapa siapa yg duduk bersama mereka” (shahih Muslim hadits no.2689),

perhatikan ucapan Allah yg diakhir hadits qudsiy diatas : dan mereka (ahlu dzikir) adalah “kaum yg tak dihinakan siapa siapa yg duduk bersama mereka”, lalu hadits semakna pada Shahih Bukhari hadits no.6045.

kasihanilah mereka itu sdrku, mereka tak faham alqur'an dan hadits dengan benar, namun berfatwa semaunya, semoga Allah swt melimpahkan hidayah

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,

Wallahu a'lam

Tuesday, August 11, 2009

Habib Munzir Menjawap Fatwa Sheikh Bin Baz


meniti_kesempurnaan_iman

DZIKIR JAHAR

DZIKIR JAHAR

Menurut Nash dan Qaul Ulama

Berdzikir dengan metode jahar memiliki sandaran kuat dari Al Quran dan Hadits. Di
antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

ْمُكِبْوُنُج َىلَعّو اًدْوُعُقّو اًماَيِق َلا اوُرُكْذاَف َةَلّصلا ُمُتْيَضَق اَذِإَف

“Maka jika engkau telah menunaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah dengan keadaan
berdiri, duduk dan berbaring”. (an-Nisaa’: 103)

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim:

َىلَع َناَك ِةَبْوُتْكَمْلا َنِم ُساّنلا ُفِرَصْنَي َنْيِح ِرْكّذلاِب ِتْوّصلا َعْفَر ّنَأ هَرَبْخََأ ٍساّبَع ِنْبا ِنَع
ُهُتْعِمـَس اَذِإ َكِلاَذِب اْوُفَرَصْنا اَذَإ ُمَلْعَأ ُتْنُك ٍساّبَع ُنْبا َلاَق َلاَق ُهّنأ م.ص ّيِبّنلا ِدْهَع

Dari Ibnu ’Abbas Ra. berkata: "bahwasanya dzikir dengan suara keras setelah selesai
shalat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah SAW". Kata Ibnu ’Abbas, “Aku segera
tahu bahwa mereka telah selesai shalat, kalau suara mereka membaca dzikir telah
kedengaran”.[Lihat Shahih Muslim I, Bab Shalat. Hal senada juga diungkapkan oleh al Bukhari
(lihat: Shahih al Bukhari hal: 109, Juz I)]

ْيِدْبَع ّنَظ َدْنِع انَأ :َلاَعَت ُلا ُلْوُقَي :م.ص ِلا ُلْوُسَر َلاَق :َلاَق ض.ر َةَرْيَرُه ْيِبَأ ِنْبا ْنَع
ُهُتْرَكَذ ٍإَلَم ْيِف ْيِنَرَكَذ ْنِإَو ْيِسْفَن ْيِف ُهُتْرَكَذ ِهِسْفَن ْيِف ْيِنَرَكَذ ْنِإَف ,ْيِنَرَكَذ اَذِإ ُهَعَم انَأَو ,ْيِب
{يراخبلا هاور} ْمُهْنّم ٌرْيَخ ٍإَلَم ْيِف

“Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: ‘Aku
bergantung kepada prasangka hambaKu kepada-Ku, dan Aku menyertainya ketika mereka
berdzikir. Apabila mereka menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku sebut dirinya di
dalam diri-Ku. Apabila mereka menyebut-Ku di tempat yang ramai, maka Aku sebut
mereka di tempat yang lebih ramai dari itu”.


As-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani Rhm. mengatakan bahwa hadits ini
menunjukkan bahwa menyebut di tempat keramaian itu (fil-Mala-i) tidak lain adalah
berdzikir jahar (dengan suara keras), agar seluruh orang-orang yang ada di sekitarnya
mendengar apa yang mereka sebutkan (dari dzikirnya itu). [Abwabul Faraj, Pen. Al
Haramain, tth., hal. 366]


Habib Ali bin Hasan al Aththas dalam Kitabnya Al Qirthas juga mengungkapkan hadits di
atas untuk mendukung dalil dzikir dengan jahar. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa
tanda syukur adalah memperjelas sesuatu dan tanda kufur adalah menyembunyikannya.
Dan itulah yang dimaksud dengan ‘dzikrullah’ dengan mengeraskan suaranya dan
menyebarluaskannya. [Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 190]


ىِف ٍلُجَرِب ّرَمَف ًةَلْيَل م.ص ّيِبّنلا َعَم ُتْقَلَطْنِا : ِعَرْدَلْا ُنْبا َلاَق :َلاَق ض.ر َمَلْسَأ ِنْب ِدْيَز ْنَع
(ٌهاَوَأ هّنِكلَو َل) :َلاَق ؟اّيِئاَرُم اَذه َنْوُكّي ْنَأ ىسَع ِلا َلْوُسَر اَي :ُتْلُق ,هَتْوَص ُعَفْرَي ِدِجْسَمْلا {يقهيبلا هاور}


“Dari Zaid bin Aslam Ra. bahwasanya Ibnu Adra’ berkata: Saya telah berjalan bersama
Nabi SAW di suatu malam, maka Beliau melewati seorang laki-laki yang sedang berdzikir
dengan mengangkat suara (suara yang keras) di dalam masjid. Aku bertanya kepada beliau
SAW: ‘Wahai Rasulullah, barangkali orang ini (yang sedang berdzikir dengan suara keras)
itu sedang pamer?’ Beliau bersabda: ‘Tidak, akan tetapi ia sedang merintih (mengeluh)‘.
Para pendidik ruhani masa lalu menyatakan dengan berbagai landasan eksperimennya
bahwa “Orang-orang yang mubtadi (pemula) dan bagi orang-orang yang menuntut
terbukanya pintu hati adalah wajib berjahar dalam dzikirnya”. Syaikh Abdul Wahhab asy
Sya’rani Rahimahullahu Ta’ala berkata: “Sesungguhnya sebagian besar Ulama Ahli
Tasawuf telah mufakat bahwasanya wajib atas murid itu berdzikir dengan jahar, yakni
dengan menyaringkan akan suaranya dan didalamkannya. Dan berdzikir dengan sirri dan
perlahan-lahan itu tidak akan memberi faidah kepadanya untuk menaikkan kepada
martabat yang tinggi” [Lihat Siyarus Salikin, Abdush Shomad Palembani, III: 191]
Habib Abdullah bin Alwi al Haddad Rhm. mengungkapkan dalam dalam suatu kitabnya:


ْيِفْكَي اَم ِقْزّرلا ُرْيَخَو ّيِفَخْلا ِرْكِّذلا ُرْيَخ ُمَلّسلاَو ُةَلّصلا ِهْيَلَع َلاَق َعَم ِرْكّذلاِب َتْرَهَج ْنِإَو ,
هُتَلَص ِهْيَلَع ْطّلَخُت ُثْيَحِب ٍئِراَق َلَو ّلَصُم ىلَع َكِلذ ِبَبَسِب ْشّوَشُت ْمَلَو ِهْيِف ِل ِصَلْخِلْا
.ٍةَعاَمَج َعَم َكِلذ َناَك ْنِإَو ٌبْوُبْحَمَو ٌبَحَتْسُم َوُه ْلَب ُهْنِم َعِنُم َلَف ِرْهَجْلاِب َسْأَب َلَف هُتَئآَرِقَو
َنْيّلَصُمْلا َىلَع ِشْيِوْسّتلا ِمَدَعَو ِصَلْخِلْا َنِم هُاَنْرَكَذ اَم ِقْفِو ىلَع لاَعَت ِلا َرْكّذ اوُعَمَتْجا
ِهْيِف ٌبَغَرُمَو ِهْيَلِإ ٌبْوُدْنَم َكِلذَف ْمِهِوْحَنَو َنْيِلاّتلاَو


“Telah bersabda Nabi SAW: “Sebaik-baik dzikir adalah dzikir khofi, dan sebaik-baik rizki
adalah yang cukup”. Andaikata kamu menjalankan dzikir dengan ikhlas karena Allah di
dalam dzikirnya dan tidak mewaswaskan (mengganggu) orang lain yang sedang shalat dan
tidak membuat orang yang sedang membaca Al-Quran menjadi kacau bacaannya karena
dzikir itu, maka tidaklah apa-apa berdzikir jahar. Hal yang demikian itu tidak dilarang
bahkan disunatkan, dan dicintai walaupun keadaan dzikir itu berjama’ah. Mereka
berkumpul untuk berdzikir kepada Allah sesuai dengan apa yang telah kami terangkan
dengan ikhlas dan tidak mewaswaskan orang-orang yang sedang shalat dan membaca Al-
Quran, dan sebagainya, maka dzikir seperti itu disunatkan dan sangat dianjurkan. [An-
Nasha-ihud Diniyyah, hal 50]


ْيِف ْمُهَلَو َكِلاَذِب َعاَمِتْجِلْاَو ِرْكّذلاِب َرْهَجْلا ِفّوَصّتلا ِةَقْيِرّطلا ِلْهَأ ْنِم ٌةَعاَمَج َراَتْخا ِدَقَو
ٌةَفْوُرْعَم ُقِئاَرَط َكِلذ


“Para jama’ah dari kalangan Thariqat Shufi mengangkat suara keras ketika berdzikir, dan
mereka berjama’ah ketika berdzikir, hal yang demikian itu merupakan metode thariqat
yang sudah umum/dikenal”. [An-Nasha-ihud Diniyyah, hal 51]


Berdzikir jahar yang dimaksud adalah berdzikir dengan suara keras yang sempurna,
sehingga bagian atas kepala hingga kaki mereka itu bergerak. Dan seutama-utama dzikir
jahar adalah berdiri, dengan menghentak, bergerak teratur dari ujung rambut hingga ujung kaki, hingga seluruh jasadnya turut merasakan Keagungan dan Kebesaran Allah ‘Azza wa
Jalla. (Al-Minahus Saniyyah, Abd. Wahab as Sya’rani)
Dalam kitab Taswiful Asma’, hal. 33 diterangkan:


َمّرَك ّيِلَع ْنَع هِدَنَسِب ِمْيَعُن ْوُبَأ ُظِفاَحْلا ىَوَر اَمِل ِهْيَلِإ ٌبْوُدْنَمَف ِرْكّذلا ِةَلاَح ْيِف ُزاَزِتْهِلْا اّمَأَو
ْيِف ُرَجّشلا ّدُمَي اَمَك اْوّداَم َلا اْوُرَكَذ اَذِإ اْوُناَك َلاَقَف اًمْوَي َةَباَحّصلا َفَصَو هّنَأ ُهَهْجَو ُلا
ْمِهِباَيِث ىلَع ْمُهُعْوُمُد ْتَرَجَو ِحيّرلا ِدْيِدّشلا ِمْوَي ْيِماَطْسُبْلا نْيّدلا ُلاَمَج ُفِراَعْلا اَنُخْيَش َلاَق ,
ىِف َنْوُكّرَحَتَي اْوُناَك ْمُهْنَع لاَعَت ُلا َيِضَر َةَباَحّصلا ّنَأ ْيِف ٌحْيِرَص اَذهَو هَحْوُر لاَعَت ُلا َسّدَق
ِحْيّرلا ِدْيِدّشلا َمْوَي ِرَجّشلا ِةَكْرَحِب ْمُهُتَكْرَح َهّبُش هنَلِ ًلاَمِشَو اًنْيِمَي ًةَدْيِدَش ًةَكْرَح ِرْكّذلا


“Adapun bergoyang-goyang di kala berdzikir itu dianjurkan, karena telah meriwayatkan Al
Hafizh Abu Nu’aim dengan sanadnya dari Sayidina Ali (semoga Allah memuliakan
wajahnya) bahwa sesungguhnya beliau pada suatu hari telah mensifati keadaan sahabat
dengan katanya: ‘Adalah mereka (para sahabat) apabila berdzikir kepada Allah bergoyang-
goyang seperti bergoyangnya kayu ketika datangnya angin kencang, dan mengalir air
matanya pada pakaiannya’. Telah berkata Syekh kita yang ‘Arif, Jamaluddin al Bushthami
(semoga Allah Ta’ala menyucikan ruhnya): ‘Ini merupakan perkataan yang jelas,
sesungguhnya sahabat-sahabat (semoga Allah meridhai mereka) bergoyang-goyang ketika
berdzikir dengan gerakan yang keras ke kanan dan ke kiri. Sesungguhnya berdzikir seperti
itu menyerupai bergeraknya kayu pada waktu datangnya angin kencang”.


Keunggulan dzikir jahar itu adalah seperti yang dikatakan seorang Ulama Ahli Tasawuf:
“Apabila seorang murid berdzikir kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla dengan sangat kuat dan
semangat yang tinggi, niscaya dilipat baginya maqam-maqam thariqah dengan sangat
cepat tanpa halangan. Maka dalam waktu sesaat (relatif singkat) ia dapat menempuh jalan
(derajat) yang tidak bisa ditempuh oleh orang lain selama waktu sebulan atau lebih”.
Syekhul Hadits, Maulana Zakaria Khandalawi mengatakan, ‘Sebahagian orang
mengatakan bahwa dzikir jahar (dzikir dengan mengeraskkan suara) adalah termasuk
bid’ah dan perbuatan yang tiada dibolehkan). Pendapat ini adalah menunjukkan bahwa
pengetahuan mereka itu di dalam hadits adalah sangat tipis. Maulana Abdul Hayy
Rahimahullahu Ta’ala mengarang sebuah risalah yang berjudul ‘Shabahatul Fikri’. Beliau
menukil di dalam risalahnya itu sebanyak 50 hadits yang menjadi dasar bahwa dzikir jahar
itu disunnahkan’. [Fadhilat zikir, Muh Zakariya Khandalawi. Terj. HM. Yaqoob Ansari, Penang
Malaysia, hal 72]


Dan dzikir jahar itu dianjurkan dengan berjama’ah, dikarenakan dzikir dalam berjama’ah
itu lebih banyak membekas di hati dan berpengaruh dalam mengangkat hijab.
Rasulullah SAW bersabda: “Tiadalah duduk suatu kaum berdzikir (menyebut nama Allah
‘Azza wa Jalla) melainkan mereka dinaungi oleh para malaikat, dipenuhi oleh rahmat
Allah dan mereka diberikan ketenangan hati, juga Allah menyebut-nyebut nama mereka itu
dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya”. [At Targhib wat Tarhib, II: 404]
Imam al Ghazali Rahimahullahu Ta’ala telah mengumpamakan dzikir seorang diri dengan
dzikir berjama’ah itu bagaikan adzan orang sendiri dengan adzan berjama’ah. Maka
sebagaimana suara-suara muadzin secara kelompok lebih bergema di udara daripada suara
seorang muadzin, begitu pula dzikir berjama’ah lebih berpengaruh pada hati seseorang
dalam mengangkat hijab, karena Allah Ta’ala mengumpamakan hati dengan batu. Telah diketahui bahwa batu tidak bisa pecah kecuali dengan kekuatan sekelompok orang yang
lebih hebat daripada kekuatan satu orang”. [Al-Minahus Saniyyah, Abd. Wahab as Sya’rani]
Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar Rhm. mengatakan:


ًءاَيِر ْفَخَي ْمَل ُثْيَح هِب ُرْهَجـلاَو ِتاَياَوّرلاَو ِتاـيلْا ِحْيِرَصِب ٌبْوُلْطَم ِةَءاَرِقـْلاَك ُرْكّذلَا
هّنَلَِو ِعاَمّسلِل هُتَلْيِضَف ُنَواَعَتـتَو ُرَثْكَأ ِهْيِف َلَمَعـْلا ّنَلِ ُلَضْفَأ ّلَصُم ِوْحَن ىلَع ْشّوَشُي ْمَلَو
ىِف ُدـيِزـيَو َمْوّنلا ُدُرْطيَو ِهْيَلِإ هَعْمَس ُفّرَصُيَو ِرْكِفْلِل هّمَه ُعَمْجَي َو ِئِراَقـْلا َبْلَق ُظِقْوُي
:نيدشرتشلا ةيغب) ِطاَشّنلا ٤٨ (

“Berdzikir itu laksana orang yang membaca Al-Quran, yang diperlukan kejelasan ayat dan
riwayatnya, dan juga diperlukan keras suaranya, apabila tidak khawatir riya’ dan tidak
mengganggu kepada orang shalat. Berdzikir seperti itu lebih afdhal, karena sesungguhnya
dzikir yang banyak itu akan melimpah ruah pahalanya kepada yang mendengarnya. Dan
manfaat berdzikir jahar itu akan mengetuk hati penyebutnya, menciptakan konsentrasi
(fokus) pikirannya terhadap dzikirnya, mengalihkan pendengarannya pada dzikir,
menghilangkan rasa kantuk, serta menambah semangat (bersungguh-sungguh)”.
[Bughyatul Mustarsyidin, hal. 48]


Dalam suatu hadits disebutkan:

اًرْهَج ّلِإ َنْوُكَي َل ُحْدَمْلاَو ِلا َنِم ُحْدَمْلا ِهْيَلِإ ّبَحَأ َدَحَأ َل
“Tidak ada suatu pujian seseorang yang dicintai Allah, kecuali pujian yang diucapkan
dengan suara jelas”.

Seorang penyair mengatakan:

اًجِلْجَلَتُم َل ِهْيِف ْيِحْدَمِب ُتْرَهَج ُجَلْجَلَتَي َل َبْيِبَحْلا َحَدَم ْنَمَو

Dengan suara keras aku telah memujinya tanpa tergagap-gagap,
Barang siapa yang memuji kekasihnya tentu tidak tergagap-gagap.
[Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 191]

Diambil dari Buku: Dzikir Qurani, Mengingat Allah sesuai Fitrah Manusia, Yayasan Al-
Idrisiyyah, Indonesia.

Friday, July 31, 2009

Al-Mujassim

Al-Mujassim bercanggah dengan , Al-Quran, Al-Hadits, Ijma’,’Akal dan para ulama’ keseluruhannya daripada salaf dan khalaf ;

BAHASA ARAB ;








AL-QURAN ;








AL-HADITS ;






DI dalam Hadis yang lain ;






AKIDAH SAHABAT RASULULLAH :



AKIDAH KETURUNAN RASULULLAH :



IJMA':



MAZHAB HANAFI :




MAZHAB MALIKI :





MAZHAB SYAFI'E :







MAZHAB HANBALI :





ULAMA' SALAF :





ULAMA' MUHADDITSIN ;





ULAMA TASAUF :



Friday, July 3, 2009

Dari Hadist:

Sahih Bukhari [2:147]
Diriwayatkan oleh Ibn Umar:
(Nabi) mengatakan, "O Allah!"
Berkati orang-orang Syam dan Yaman .
"Orang-orang mengatakan, orang-orang Najd juga."
"Nabi lagi mengatakan, O Allah!"
Berkati orang-orang Syam dan Yaman.
"Mereka lagi mengatakan, orang-orang Najd juga."
"maka Nabi mengatakan, Akan ada gempa bumi dan penderitaan, dan dari
di sana (Najd) akan muncul tanduk setan."
""
Sahih Bukhari [4:499]
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
Saya melihat Rasulullah menunjuk ke arah timur (Najd), "Lihatlah
Penderitaan sungguh akan muncul oleh karena itu; penderitaan
sungguh akan muncul oleh karena itu di mana tanduk setan muncul.
""

Mari kita telaah sejarah munculnya aliran Salafy:
Pendiri aliran salafy wahabi Muhammad bin `Abd al-Wahhab dilahirkan
di perkampungan `Uyainah, salah sebuah kampung di Najd bahagian
selatan pada tahun 1115H/1703M. Bapaknya, `Abd al-Wahhab merupakan
seorang Qadi

ke Najd dan kemudian berpindah ke Basrah disini dia akhirnya
berjumpa dengan Hempher yaitu seorang orientalis dan agen rahasia
Inggeris. Hempher yang menyamar sebagai Sheikh Muhammad Al-Majmu'i.

Sheikh Muhammad Al-Majmu'i ini ada dalam biografi Muhammad bin `Abd
al-Wahhab silahkan lihat di situs :
http://media. isnet.org/ islam/Etc/ Wahab.html

dan juga silahkan lihat memoar Mr. Hempher klik di sini :
http://asmar. perso.ch/ hempher/spy/

Hampher yang akhirnya mempengaruhi ideologi Ibn Wahhab ini,.
Bersama Hempher inilah Ibn Wahhab sempat melakukan nikah mutâah
dengan seorang agen wanita inggris yang menyamar sebagai Safiyyah
selama 1 minggu. Dalam masa itu Ibn Wahhab pengaruh 2 orang agen
inggris sekaligus.

Kemudian atas usul Hempher, Ibn Wahhab hijrah ke Isfahan, Iran .
Untuk itu dia memperpanjang masa nikah mutâahnya bersama Safiyya
menjadi 2 bulan.
Disana dia masuk dalam terkapan seorang agen Inggris lain juga yang
menyamar sebagai Abd Karim yang mengenalkannya dengan seorang wanita
agen Inggris (yahudi) yang menyamar sebagai Asiya yang jauh lebih
cantik dari Safiyya dan akhirnya dinikah mutâah pula. Dalam terkapan
agen-agen Inggeris inilah Ibn Wahhab dicekoki segalam macam
pemikiran , dan menyusun berbagai program untuk menghancurkan Islam .
Silahkan pembaca teliti di http://asmar. perso.ch/ hempher/spy/ .

Sebagai seorang yahudi hempher sangat membenci Rasulullah SAW
termasuk keturunannya (penguasa Dinasti Bani Hasyim di Madinah) dia
mencekoki Sheikh Muhammad bin `Abd al-Wahhab dengan ajaran melarang
Bershalawat.

Dalam ajarannya setiap orang yang bertawassul kepada Rasulullah saw
dan para Ahlul Baitnya, atau menziarahi kuburan mereka, maka dia itu
kafir dan musyrik;

Pada masa itu kekalifahan Turki yang besar akan dipecahbelah oleh
inggris. Vazal Madinah yaitu dinasti bani Hasyim yang ada lah tangan
kanan kekalifahan turki di semenanjung arab. Inggris berusaha
menumbangkan otoritas Turki dan bani Hasyim dengan tangan orang
dari najd yang anti penguasa.

Dengan bantuan persenjataan yang sangat banyak akhirnya kaum salafi
dari dinasti Saud berhasil mendirikan dinasti bani Saud.

Para ulama al-Hanbali memberontak terhadap Muhammad bin `Abd al-
Wahhab dan mengeluarkan hukum bahwa akidahnya adalah sesat,
menyeleweng dan batil . Tokoh pertama yang mengumumkan penentangan
terhadapnya adalah bapaknya sendiri, al-Syaikh `Abd al-Wahhab,
diikuti oleh saudaranya, al-Syaikh Sulayman. Kedua-duanya adalah
daripada mazhab al-Hanabilah. Al-Syaikh Sulayman menulis kitab yang
berjudul al-Sawa`iq al-Ilahiyyah fi al-Radd `ala al-Wahhabiyyah
untuk menentang dan memeranginya. Di samping itu tantangan juga
datang dari sepupunya, `Abdullah bin Husayn.

Mufti Makkah, Zaini Dahlan mengatakan: `Abd al-Wahhab, bapak
Muhammad bin abdul wahab adalah seorang yang salih dan merupakan
seorang tokoh ahli ilmu, begitulah juga dengan al-Syaikh Sulayman.
Al-Syaikh `Abd al-Wahhab dan al-Syaikh Sulayman, kedua-duanya dari
awal ketika Muhammad mengikuti pengajarannya di Madinah al-
Munawwarah telah mengetahui pendapat dan pemikiran Muhammad yang
meragukan. Kedua-duanya telah mengkritik dan mencela pendapatnya dan
mereka berdua turut memperingatkan orang ramai mengenai bahayanya
pemikiran Muhammad...[ Zaini Dahlan, al-Futuhat al-Islamiyah, Vol.
2, h.357.]

Dalam keterangan Zaini Dahlan yang lain dikatakan bahawa bapaknya
`Abd al-Wahhab, saudaranya Sulayman dan guru-gurunya telah dapat
mengenali tanda2 penyelewengan agama (ilhad) dalam dirinya yang
didasarkan kepada perkataan, perbuatan dan tentangan Muhammad bin
abd wahab terhadap banyak persoalan agama.
[ Zaini Dahlan, al-Futuhat al-Islamiyah, Vol. 2, h.357.]

`Abbas Mahmud al-`Aqqad al-Misri mengatakan: “ Orang yang paling
kuat menentang adalah saudaranya sendiri yaitu , al-Syaikh Sulayman,
penulis kitab al-Sawa`iq al-Ilahiyyah. Beliau tidak mengakui
saudaranya itu mencapai kedudukan berijtihad dan mampu memahami al-
Kitab dan al-Sunnah. Al-Syaikh Sulayman berpendapat bahwa para Imam
yang lalu, generasi demi generasi tidak pernah mengkafirkan ashab
bid`ah, dalam hal ini tidak pernah timbul persoalan kufur sehingga
timbulnya ketetapan mewajibkan mereka memisahkan diri daripadanya
dan sehingga diharuskan pula memeranginya kerana alasan tersebut.
Sumber dari: "Muhammad Rizqi Ramadlan"

RM10,000 ganjaran cari nabi palsu


RM10,000 ganjaran cari nabi palsu

INILAH gambar Abdul Kahar yang ditampal
di papan kenyataan di Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur.

KUALA LUMPUR - Sesiapa yang mengetahui di mana Abdul Kahar Ahmad Jalal yang mendakwa dirinya sebagai 'nabi' bersembunyi akan diberi ganjaran wang tunai RM10,000.

Tawaran itu diberikan oleh Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS) kepada mana-mana individu yang memberikan maklumat tepat sehingga Abdul Kahar ditangkap.

Risalah berhubung tawaran itu ditampal di papan kenyataan Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur dekat sini.

JAIS membuat tawaran itu setelah usaha mengesan Abdul Kahar gagal sedangkan kes berhubung penyelewengan agama yang dibawanya sedang dibicarakan di Mahkamah Tinggi Syariah Shah Alam.

Sesiapa yang mempunyai maklumat mengenai Abdul Kahar yang memegang kad pengenalan bernombor 500427-10-5719 diminta menghubungi Bahagian Penguatkuasaan JAIS di talian 1-800-88-2424, 03-55190930 atau 03-55190398.

Abdul Kahar, 59, didakwa buat pertama kali di Mahkamah Tinggi Syariah Shah Alam pada 17 Ogos 2005 atas lima tuduhan di bawah Enakmen Jenayah Syariah Negeri Selangor.

Tuduhan yang dihadapi Abdul Kahar ialah mengisytiharkan dirinya sebagai rasul orang Melayu zaman ini, mempersenda ajaran Islam dan mendakwa ibadat haji perkara sengaja diada-adakan kerajaan Arab Saudi untuk mengaut keuntungan.

Saturday, June 13, 2009

Dalam persoalan bid'ah ini terdapat banyak hadis yang perlu di ambil kira
1-hadis yang bermaksud " setiap bid'ah itu sesat setiap kesesatan itu balasannya neraka" hr Muslim .
2- hadis bermaksud " siapa yang mengada-ngadakan pada urusan agama kami ini suatu yang bukan berasas daripadanya maka tertolak"hr Muslim juga .
3-hadis bermaksud " siapa yang meneruka suatu jalan yang baik ,maka baginya pahala ganjaran dan pahala orang yang mengikutinya hingga hari kiamat ,demikian juga mereka yang meneruka suatu keburukan , baginya dosanya dan dosa orang yang mengikuti jejaknya hingga hari kiamat da siapa yang menerokai satu jalan yang buruk maka atasnya dosa dan dosa mereka yang mengikuti jijaknya hingga hari kiamat tanpa berkurangan dosa mereka semua sedikit pun " hr Imam Muslim juga.

Menurut pandangan majoriti ulama, rasionalnya ketiga hadis ini boleh selaraskan dengan baik . iaitu seperti berikut hadis pertama itu ditujukan kepada segala perkara baru (bid'ah sayyiah)yang tidak mempunyai asas dan dalil dari agama .Adapun suatu yang berasas dan ada dalilnya, sekalipun secara umum dari dari agama , seperti firmanNya buatlah kebajikan semuga kamu berjaya -al Hajj:77 dan firmanNya lagi bertolong menolong atas kerja-kerja kebaikan dan ketaqwaan dan jangan bertolongan atas kerja dosa dan permusuhan al Maidah:2 dan firmannya wahai orang beriman ingatilah kepada Allah sebagai ingatan yang sebanyaknya dan bertasbihlah kepadaNya pagi dan petang al Ahzab 41-42. Manakala suatu perkara baru dalam agama yang dikira dan diterima baik oleh satu-satu masyarakat itu hendalah diterima dan dilakukan selama ia perkara makruf untuk kebaikan semua sesuai dengan sabdanya bermaksud "janganlah kamu meremehkan perkara makruf itu suatu apapun" hr Muslim.Ini adalah perintah agama, selagi tidak bertentangan dengan dalil syarak khusus yang lain sepeti amalan menghadiahkan pala sedekah bacaan al Quran dan ibadat
haji kepada keluarga yang telah meninggal disuruh dan dibenarkan dalam agama .sedangkan perkataan kull dalam hadis pertama tadi adalah untuk mubalaghah sahaja bukan bermakna semua sekali malah boleh difaham dengan makna kebanyakan atau sebahagian besar daripadanya sahaja.Sama juga seorang yang membeli seraga buah dipasar,biladitanya berapa banyak buah yang kamu beli dipasar tadi? jawabnya seraga buah tetapi apa yang dilakukan tentulah buah seraga tadi dipilih dulu dan diambil sebahagian yang baik-baik sahaja, sedangkan yang buruk yang tinggal lgi itu pasti dibuangnya kiranyadia seorang yang waras .Sebab itu banyak perkataan kull dalam Quran difahami dengan makna sebahagian besar dan kebanyakan sahaja contoh firmanNya bermaksud"dan adalah dihadapan mereka raja (zalim)yang sedang menunggu untuk merampas kebanyakan kapal (yang baik)sedang berkerja dilaut )al Kahf 78 dan firmanNya lagi bermaksud"dikurniakan kepada (raja Balqis )itu segala(kulli syai')suatu alNaml 23perkataan kull disini juga bermaksud"sebahagian atau kebanyakan sahajaa. Ini semua percakapan balaghah namanya .

Friday, April 10, 2009

Kalau Perbuatan Itu Baik, Niscaya Rasulullah saw Mencontohkan Lebih Dulu

Kalau Perbuatan Itu Baik, Niscaya Rasulullah saw Mencontohkan Lebih Dulu

Ada sekelompok golongan yg suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, yasinan mingguan, tahlilan dll. Kadang mereka berdalil dengan dalih,

Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah saw telah mencontohkan lebih dulu.

Atau mengatakan,

Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Atau,

jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?

Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di atas adalah lemah sekali.Ini kerana alasan itu sebenarnya adalah perkataan yang keluar dari perasaan ego takabbur dan sombong orang kafir, sebab kalau diperhatikan perkataan itu sebenarnya telah diucapkan oleh orang -orang kafir yang bersikap membangga diri dan merasakan kebaikan (Islam )itu adalah mikiknya sahaja seperti firmanNya bermaksud " dan berkatalah orang kafir itu (dengan bongkaknya ) kalaulah (beriman dengan Quran itu)suatu kebaikan tentulah mereka (umat Islam )tidak akan dapat mendahului kita kepadanya" al Jathiah ayat 14 malah ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam berbagai hadits dan dalam fakta sejarah.

1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),

“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat untuk bersuciku itu”.

Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada Bilal,

‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini (engkau mendahuluiku masuk surga).

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz Dzahabi mengakuinya.

Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal) melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.

2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu,

dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang yang memnuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca, “Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi (Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak yang indah serta diberkahi).

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan itu.”

Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil dibolehannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir selama tidak menggangu.”

3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,

Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata:
اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً.

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi?

Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu langit terbuka untuk menyambutnya.”

Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah meninggalkannya.”

Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua belas malaikat.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah meningglakannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda demikian.”

Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/ belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan yang luar biasa.

Al hasil, Rasulullah saw telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah beliau ajarkan.

4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia berkata,

“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya. Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian, kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.

Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku mencintainya.”

Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga.”

Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau, akan tetapi selama amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan khusus dalam syari’at Islam.

Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu diklakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia bid’ah (sesat).

5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,

dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).

Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.

Setelah baginda Nabi saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut,

1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.

2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.

3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.

4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun 100 H.

5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll

6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.

Masih banyak contoh-contoh lain.Ini kerana sahabat amat faham dengan panduan agama yang terkandung dalam firmanNya bermaksud "apa yang dibawa oleh Rasulullah itu ambil dan amalkan dan apa yang dilarangnya maka jauhi dan tinggalkanlah al Hasyr ayat 7
jadi perkara yang tidak dilarangnya dan tidak dibawanya malah didiamkan bukan kerana lupa itulah kema'afan dan kelunggaran serta rahmat Allah untuk hambaNya sesuai dengan hadis Rasulullah yang di bawa oleh Imam kita Nawawi ra. dalam kitab arba'innya
Wallahu a’lam.

Kenapa salaf dan siapa salaf sebenarnya?

Kenapa salaf dan siapa salaf sebenarnya?

Setiap orang tidak memadai dengan pengakuannya sebagai muslim saja, kerana ungkafan itu terlalu umum dan luas, merangkumi semua umat Islam, termasuk Islam yang mendapat jaminan atau tidak termasuk golongan yang menganut fahaman Muhammad Abdul Wahab, termasuk Islam khwarij, Qadyani, muktazilah dan lainnya .

Jadi lebih tepat sekiranya pengakuannya hanya sebagai muslim salafi sahaja kerana fahaman salaf dan golongan salafi ini telah diakui sebagai umat yang diakui oleh rasulullah sallallahu ‘alai wa sallam sebagai jenerasi terbaik dan selamat iaitu jenerasi dalam tiga atau lima abad selepas kewafatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam .Ini berdasarkan hadisnya yang memperakui “bahawa sebaik-baik qurun itu qurunku kemudian qurun yang selepas itu kemudian qurun sesudah itu”Dari sinilah di fahami bahawa tiga qurun atau lima qurun sesudah itu dinamakan qurun salaf dan jenerasi terbaik yang di jamin selamat oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam .Selaras dengan firman Allah bermaksud “dan mereka yang awal (beriman) dari kalangan Muhajrin dan Ansor dan pengikut merekadengan baik Allah telah meredhai mereka mereka juga meredhai Allahdan (Allah ) sediakan untuk mereka (ganjaran ) syurga yang (penuh ni’amat ) dan kekal didalamnya “ al Taubah ayat 100 .

1

Oleh yang demikian jenerasi sahabat dan jenerasi tabi’in , juga jenerasi tabi’in tabi’in sesudahnya dikenali sebagai jenerasi salaf (orang yang terdahulu)yang diakui selamat dan masuk syurga, begitu juga mereka yang mengikuti jijak langkah mereka dengan baik sahingga hari kamudian . Justeru itu golongan ulama yang lahir dalam qurun tersebut seperti Hasan Basri ,Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafie , Imam Ahmad, radia llahu ‘anhum dipanggil mereka sebagai ulama salafusalih dan mereka yang mengikutinya di kira kompolan yang selamat dan Berjaya . Adapun ulama yang timbul pada abad ketujuh dan sesudahnya seperti Ibnu Taimiah ,Ibnul Qayyim Ibnu Abdil Wahab dan selepasnya bukan dari golongan salaf , tentulah pengikut mereka itu bukan dari pengikut salaf . Sesuai dengan hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur itu bermaksud “ akan berpecah umatku kepada 73 kumpulan semuanya keneraka melainkan satu kumpulan saja ia itu kumpulan yang berpegang dengan sunahku dan sunah para sahabatku HR Abu Daud Tarmizi dan lainnya . Dalam riwayat lain diperintahnya kita berpegang kuat dengan sunahnya dan sunnah penggantinya(khulafaa) yang rasyidin “ .

Jelaslah bahawa golongan salaf dan pengikutnya yang baik itulah ,yang akan selamat dan berjaya Pengikutnya dengan baik itulah yang diakui sebagai muslim ahlusunah yang merupakan majority umat Islam di dunia hari ini .Dalam hadis sahih yang lain diakui sebagai kompolan umat yang sentiasa berada atas jalan kebenaran yang tidak akan menggugatkan mereka oleh arus penyelewengan (kesesatan)mereka (kompolan) serpihan yang menyalahi mereka hingga hari kiamat, hadis sahih Bukhari&Muslim .Di akhir-akhir ini ramai yang mengakui mereka adalah pengikut ulama salaf ,tetapi adakah pengakuan mereka itu benar atau palsu belaka, atau bertujuan untuk menyesatkan orang ramai sahaja ,kerana mereka (orang awam ini ) mudah terpeperangkap dengan kepalsuan yang dibawa mereka itu .


Disini marilah kita pastikan satu-satu ajaran yang dibawa kompolan tadi , adakah ianya benar-benar atau cuma kepelsuan belaka , nama sahaja menarik dan mempesunakan , untuk mempengaruhi siapa yang mendengarnya ,tetapi ajaran dan isinya adalah penipuan belaka .Dinagara kita ini terdapat banyak ajaran yang cuba diserapkan Tetapi bila dibandingkan dengan ajaran aswj yang merupakan jalan perdana (siratal mustaqim) amatlah jauh berbeza dan pelik lagi aneh , contohnya dalam isu akidah bayak kesamaran yang mereka perkenalkan Seperti Allah itu bertempat berangguta dan sebagainya , mereka terikut-ikut dengan ayat-ayat mutasyabih, sedangkan dengan tegas Allah mengingatkan kita “bahawa mereka yang cuba mengikuti apa –apa yang kesamaran dari ayat tersebut , itulah tandanya mereka yang ada penyakit (zaigh) dalam hatinya kerana mencari fitnah” Ali Imran 7 .Begitu juga apa yang dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam sabdanya bermaksud “kiranya ada mereka yang terikut-ikut dengan apa yang kesamara dari ayat mutasyabih, itulah orangnya yang dimaksudkan dalam ayat tadi(mereka yang berpenyakit hatinya) , sebab ayat mutasyabih tadi mengandungngi banyak makna dan artinya, ada yang kesamaran dan memberi wahamkan persamaan Allah yang qadim itu, dengan makhluk yang baru sedangkan Allah itu Tuhan yang tidak menyerupai dengan suatu apa pun “ maksud firmanNya pada ayat 11dari surah al Syura .

Jadi para salaf mensucikan Allah dari makna kesamaran tadi dan menyerahkan maksud sebenar kepada Allah atau mentakwelkan maksudnya sesuai dengan apa yang di jelaskanNya dalam ayatnya yang lain yang labih sesuai dengan kebesaranNya seperti istawa dikatakan berkuasa atas segala hamba (dan makhluNya seperti maksud firmanNya pada surah al An’aam ayat 61.Dalam hadis kudsi riwayat Bukhari muslim ada mengatakan “Aku sakit tetapi kamu tidak sudi menziarahiKu,lalu bertanya hamba itu, bagaiman dapat aku menziarahiMu sedangkan Kmu itu Tuhan semasta alam ?firman Allah tidakkah kamu ketahui disana terdapat hambaKu yang sakit dan lapar kamu tidak pergi menziarahinya , sekiranya kamu pergi menziarahinya pasti kamu dapati aku (rahmatKu) ada bersamanya- al hadis.


Oleh itu fahamlah kita bahawa dalam ungkapan perkataan hadis tadi terdapat perkataan majaz (kiasan) atau pinjaman sahaja (kinayah ) kerana mustahil Allah bersipat dengan kekurangan (sakit atau menyerupai makhlukNya bertempat berangguta berjisim dan sebagainya), mereka (kaum musyabbihah tadi akan bertanya bagaimana pula dengan pengakuan kita bahawa Allah Maha mendengar lagi Maha melihat bukankah itu juga penyerupaan Allah dengan makhluk?. kita tahu bahawa sipat mendengar dan melihat Allah itu merupakan sipat kesempurnaan (kamalat)bagi Allah dan kita yakin bahawa Allah wajib bersipat dengan segala sipat kemalat, dan itu bukan berarti penyerupaan Allah dengan makhlukNya kerana mendengar dan melihat Allah itu bukan melalui alat(mata dan telinga ) seperti makhlukNya malah melihat dan mendengar dengan sipat samak dan basarNya , bukan dengan mata dan telinga yang terbatas ini , bahkan Allah mendengar dan melihat dengan sipat samak dan basarNya akan segala yang maujudat ini, dan mustahil dariNya segala kekurangan seperti buta dan tuli atau melihat dan mendengar dengan mata dan telinga dan sebagainya, seperti apa yang difahami oleh kaum musyabbihah tadi yang mana Allah melihat dengan mata dan mendengar melalui telinga, seperti hal yang dimiliki manusia ini .

Disinilah titik perpisahan kita dengan golongan sesat tadi ,kerana mereka tidak mahu menerima perkataan majaz dalam dalil ( (nas Quran hadis ) lalu di terimanya segala perkataan itu adalah hakiki(benar) belaka , kalau macamtulah fahaman mereka, tentulah Allah itu bersipat dengan sipat makhluk yang baru dan lemah ini, berangguta, sakit, berjisim bertempat dan sebagainya dan segala macam kesamaran yang terdapat pada perkataan ayat mutasyabihat .Sedangkah Allah sendiri telah membahagikan ayat –ayat itu ada dua , ada yang muhkamnya dan selainnya ada ayat yang mutasyabihat seperti apa yang dapat difahami dari ayat7 dari surah ali Imran tadi .

Bagi kita tentulah antara dua kadaan ayat yang berlainan itu penerimaan kita juga berlainan dan tidak boleh disamakan , kiranya ada makna dan maksud yang lebih sesuai dengan kebesaran Allah atau mensucikanNya dari sebarang penyerupaan yang telah di nafikanNya pada ayat muhkam tadi pada surah al Sura ayat 11 atau ayat 4 pada surah al Ikhlas dan lainnya


Dari hadis kudsi tadi pun sudah diselitkan jawapannya iatu Allah tidak munkin dapat dilawati atau diziarhi kerana Maha suci Allah dari ruang dan tempat berjisim dan sebagainya, sahingga dapat di ziarahi atau sebagainya seperti akidah yang diyakini firaun laknatullah itu .Sebenarnya maksud dari perkataan itu semua hanyalah mengenai kasih sayang dan rahmatNya kepada hambaNya yang menerima ujian dariNya dengan sabar dan redha dengan ujian Tuhannya .Sebab itu siapa yang menziarahi mereka yang sakit lapar dan sebagainya tadi, akan beroleh sama rahmat kasih sayang, dan keampunanNya .

Untuk panduan kita orang awam ini bagi mengenali siapa salaf yang sebenar , iaitu mereka yang dapat mengikuti ajaran Quran hadis dengan baik dan berpandukan ajaran aswj yang merupakan ajaran perdana dan diterima oleh majority umat Islam diseluruh dunia hari ini, mereka tidak membid’ahkan amal kebajikan yang di terima pada satu-satu masyarakat jauh sekali dari menyesatkan umat islam dalam perkara khilafiah dan adat resam mereka yang tidak bertentangan dengan ajaran agama ,mereka amat bencikan perpecahan dan permusuhan .

Ajaran yang mereka anuti adalah saksama saimbang dan masra serta penuh berhikmat . Akidah mereka adalah suci dan bersih dari sebarang penyelewengan atau pelik dan sayz sesuai dengan pertunjuk al Quran hadis dan jejak salafussaleh ridwanullai ‘alaihim ijma’in . Ayat muhkam itu difahami secara jelas maknanya , tidak perlu sebarang takwelan lagi , maka fahaman mereka terhadap ayat yang mutasyabih itu, yang mengandungi banyak makna lagi kesamaran pula ada yang sesuai dan ada yang kesamaran ,sikap kaum aswj tentulah memilih makna yang sesuai dan layak dengan kebesaranNya dan menulak makna kesamaran (penyerupaan Allah dengan yang baru) . Wabillahi taufiq wal hidayah wassalam .