Thursday, June 19, 2008

At Taubat Ila Allah (Bertaubat) siri (3)

Bab 1. Kewajiban Bertaubat dan Urgensinya

Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu'min --dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT -- adalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun ulama bathin. Atau ulama fiqh dan ulama suluk. Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).

Taubat dalam Al Quran

Al Quran memberi perhatian yang besar terhadap taubat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah. Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, insya Allah.

"Bertaubatlah kepada Allah SWT dengan Taubat yang semurni-murninya".

Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. At Tahrim: 8).

Ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat nasuha: yaitu taubat yang bersih dan benar. Perintah Allah SWT dalam Al Quran itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:

Menghapuskan dosa-dosa Masuk ke dalam surga.

Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini:

Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang berasal dari langit. Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.

Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan taubat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.

Kedua: agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga? Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk kemana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka:

"Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" (QS. Ali Imran: 185.).

Bertaubatlah Kalian Semua Kepada Allah SWT, Wahai Orang-orang yang Beriman
Di antara ayat Al Quran yang berbicara tentang taubat adalah firman Allah:

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (QS. An-Nur: 31).

Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Allah SWT, dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat. Di antara kaum mu'minin ada yang bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa). Di antara mereka ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini. Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya. Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang dimakruhkan. Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang terjadi dalam hati mereka. Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam yang lebih tinggi lagi.

Taubat orang awam tidak sama dengan taubat kalangan khawas, juga tidak sama dengan taubat kalangan khawas yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu ada yang mengatakan: "Kebaikan kalangan abrar adalah kesalahan orang-orang kalangan muqarrabin!" Namun, dalam ayat itu, semua mereka diperintahkan untuk melakukan taubat, agar mereka selamat.

Pengarang kitab Al Qamus memberikan komentar atas ayat ini dalam kitabnya (Al Bashair): Ayat ini terdapat dalam kelompok surah Madaniyyahh . Allah tujukan kepada kaum yang beriman dan kepada makhluk-makhluk-Nya yang baik, agar mereka bertaubat kepada-Nya, setelah mereka beriman, sabar, hijrah dan berjihad. Kemudian mengaitkan keberuntungan dengan taubat "agar kalian beruntung". Yaitu mengaitkan antara sebab dengan yang disebabkan. Dan menggunakan dengan 'adat' "la'alla" untuk memberikan pengertian pengharapan. Yaitu jika kalian bertaubat maka kalian diharapkan akan mendapatkan keberuntungan, dan hanya orang yang bertaubat yang berhak mengharapkan keberuntungan itu.

Sebagian ulama suluk berkata: Taubat adalah wajib bagi seluruh manusia, hingga bagi para nabi dan wali-wali sekalipun. Dan janganlah engkau duga bahwa taubat hanya khusus untuk Adam a.s. saja. Allah SWT befirman:

"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dam memberinya petunjuk" (QS. Thahaa: 121-122). Namun ia adalah hukum yang azali dan tertulis bagi umat manusia sehingga tidak mungkin dapat diterima sebaliknya. Selama sunnah-sunnah (ketentuan) Ilahi belum tergantikan. Maka kembali --yaitu dengan bertaubat-- kepada Allah SWT bagi setiap manusia adalah amat urgen, baik ia seorang Nabi atau orang yang berperangai seperti babi, juga bagi wali atau si pencuri. Abu Tamam berkata:

"Jangan engkau sangka hanya Hindun yang berhianat, itu adalah dorongan peribadi dan setiap orang dapat berlaku seperti Hindun! Perkataan itu didukung oleh hadits:

"Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Anas. Juga taubat itu adalah wajib bagi seluruh manusia. Ia wajib dalam seluruh kondisi dan secara terus menerus. Pengertian itu dipetik dari dalil yang umum, Allah SWT berfirman: " dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah". Karena manusia tidak mungkin terbebaskan dari dosa yang diperbuat oleh anggota tubuhnya. Hingga para nabi dan orang-orang yang saleh sekalipun. Dalam Al Quran dan hadits disebutkan tentang dosa-dosa mereka, serta taubat dan tangisan sesal mereka.

Jika suatu saat orang terbebas dari maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu, dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh syaitan sehingga ia lupa dari dzikir kepada Allah SWT. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya. Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing mempunyai sebabnya. Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya yang rendah. Dan manusia berbeda-beda dalam kadar kekurangannya, bukan dalam kondisi asal mereka (Lihat: Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175. Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).




Monday, June 16, 2008

At Taubat Ila Allah (Bertaubat) siri (2)

Dari Dustur Ilahi
Bismillahirrahmanirrahim

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakan bagi kami cahya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas Segala sesuatu." (At Tahriim: 8)

Muqaddimah

Segala puji kepada Allah SWT sesuai dengan keagungan dan keluasan kekuasaan-Nya. Salawat dan salam semoga selalu disampaikan kepada pengajar manusia akan kebaikan, yang menuntun manusia kepada petunjuk dan pembawa sekalian makhluk kepada kebenaran. Serta yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan izin Rabb mereka, dan menuju jalan Allah SWT. Yaitu baginda kita, imam kita, panutan dan kekasih kita: Muhammad bin Abdullah, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari kiamat nanti.

Amma Ba'du:

Ini adalah bagian keempat dari seri tulisanku tentang: "Jalan menuju Allah SWT". Yaitu kajian yang berkaitan dengan salah satu stasion agung dari sekalian stasion-stasion bagi orang-orang yang sedang menuju Allah SWT, dan mereka yang sedang berjalan di jalan-Nya. Yaitu Taubat.

Sebagian ulama ada yang mengedepankan taubat ini dari stasion-stasion kaum sairin (mereka yang menjalankan kehidupan sufi) lainnya. Seperti yang dilakukan oleh Imam Al Ghazali dalam kitabnya "Minhaaj al Aabidiin". Yaitu ketika ia menjadikan fase "taubat" sebagai fase kedua setelah fase "ilmu" yang dijadikan sebagai pokok pertama yang harus dilewati oleh orang yang ingin mencapai Allah SWT. Atau mencapai keridlaan dan ganjaran yang baik dari Allah SWT.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, ia menjadikan taubat sebagai kajian pertama dari rubb'u al munjiat--seperempat yang menyelematkan. Sedangkan, aku dalam seri ini tidak mengikuti runtutan tertentu seperti itu. Aku menulis seri-seri yang akan diterbitkan sesuai dengan ilham yang aku dapatkan saja. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan nantinya seri-seri ini disusun dengan runtutan yang logis.

Ilmu taubat adalah ilmu yang penting, bahkan urgen. Keperluan atas ilmu itu amat mendesak, terutama dalam zaman kita ini. Karena manusia telah banyak tenggelam dalam dosa dan kesalahan. Mereka melupakan Allah SWT sehingga Allah SWT membuat mereka lupa akan diri mereka. Banyak sekali godaan untuk melakukan kejahatan, dan banyak pula penghalang manusia untuk melakukan kebaikan.

Beragam cara dipergunakan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Beragam media setan, perangkat canggih, yang dapat dibaca, didengar (audio), dan disaksikan ( visual ) dimanfaatkan untuk tujuan itu. Semua itu dilakukan oleh setan-setan yang berada dalam negeri kita, maupun yang berada di luar. Diperkuat oleh jiwa dan nafsu ammarah bis su, yang mengajak kepada keduniawian, melupakan maut dan perhitungan akhirat, neraka dan surga, dan melenakkan diri dari mengingat Allah SWT. Sehingga mereka meninggalkan salat dan mengikuti hawa nafsu. Melanggar janji yang telah ditekan bersama Allah SWT. Melewati batas-batas yang telah digariskan oleh Allah SWT, dan menabrak hak-hak manusia. Dengan tenang mereka memakan harta manusia dengan kebatilan. Dan tidak memperdulikan lagi dari mana harta yang ia dapatkan: dari barang dan cara yang halal atau haram.

Manusia amat membutuhkan orang yang memberi peringatan dan berteriak kepada mereka: Bangkitlah dari mabuk kalian, bangunlah dari tidur kalian, berjalanlah di jalan yang lurus, bertaubatlah kepada Rabb kalian, sebelum datang hari yang padanya tidak bermanfaat lagi harta dan sanak keluarga, kecuali mereka yang datang kepada Allah SWT dengan hati bersih.

Dalam seri ini, aku berusaha membangunkan hati yang lengah, menyadarkan pikiran yang liar dan menguatkan semangat yang telah melemah. Aku berusaha untuk menjelaskan pentingnya taubat, urgensitas dan keutamaannya, serta pentingnya taubat itu dilakukan secepatnya. Aku juga menjelaskan pokok-pokok, rukun-rukun dan hukum-hukum taubat itu. Juga buah dan hasil yang akan didapat oleh orang yang melakukan taubat di dunia maupun akhirat. Dan aku jelaskan pula faktor-faktor apa saja yang menjadi penghalang untuk bertaubat itu, rintangan dalam melakukan taubat, serta apa yang dapat mendorong untuk melakukan taubat itu. Aku sengaja menjelaskan masalah ini dengan panjang lebar, mengingat kebutuhan yang mendesak akan kajian seperti ini pada zaman yang dipenuhi oleh syahwat, kealpaan dan ketidak jelasan.

Para ulama suluk telah memberikan perhatian yang besar terhadap masalah taubat dan mereka semua telah berbicara tentang hal ini. Tentang hakikatnya, rukunnya dan syarat-syaratnya. Seperti Abu Al Qasim al Junaid, Abu Sulaiman ad-Darani, Dzun Nun al Mishri, Rabi'ah Al Adawiah, serta lainnya.

Demikian pula para pengarang dalam bidang suluk ini, seperti Al Harits al Muhasiby, Abu Thalib al Makki, Al Qusyairi, al Ghazali, Ibnu Qayyim dan lainnya.

Imam Al Ghazali menjelaskan dalam muqaddimah kitab "At-Taubah" dari kitabnya "Ihya Ulumuddin" bahwa "taubat dari dosa --yaitu dengan kembali kepada Dzat Yang menutupi kesalahan dan Yang Maha Tahu akan keghaiban-- adalah pokok utama kaum salikin, langkah pertama para murid, kunci kelurusan orang yang telah melenceng, dan tanda dipilihnya seseorang dan didekatkannya (kepada Allah SWT) kaum muqarrabin, dari semenjak nabi Adam a.s dan seluruh nabi-nabi lainnya.

Maka alangkah pantasnya jika anak-anak mengikuti dan meneladani orang-orang tua mereka. Maka jika ada seorang anak Adam yang melakukan kesalahan dan berbuat dosa, ia telah bertindak seperti bapaknya, dan sang anak yang mengikuti perilaku bapaknya itu tidak dapat dikatakan melakukan kezaliman. Namun, jika sang bapak kemudian memperbaiki apa yang telah ia patahkan sebelumnya dan membangun apa yang telah ia hancurkan, saat itu tindakannya itu adalah proses perubahan dari negatif menuju positif dan dari tiada menuju ada.

Adam a.s. telah mengajarkan sikap menyesal atas kesalahan dan dosa yang ia perbuat sebelumnya. Maka barangsiapa yang meniru perilaku Adam dalam melakukan dosa tanpa mengikutinya dalam bertaubat, berarti ia telah tergelincir dalam kesalahan yang fatal. Makhluk yang hanya melakukan kebaikan adalah malaikat muqarrabin saja. Makhluk yang melakukan kejahatan saja adalah syetan terkutuk. Sedangkan sikap kembali dari keburukan dan kejahatan menuju kebaikan dan ampunan adalah tabiat anak-anak Adam.

Dalam struktur diri manusia tersimpan dua kecenderungan. Dan setiap orang, jika ditelusuri nasabnya akan sampai kepada: malaikat, Adam atau kepada syetan. Maka orang yang melakukan taubat, secara jelas telah mengajukan bukti bahwa ia adalah keturunan Adam, karena ia telah menjalankan sikap sebagaimana layaknya seorang manusia. Dan orang yang terus melakukan keburukan, tanpa kesadaran sedikitpun untuk melakukan taubat, dengan jelas telah mengajukan bukti bahwa ia adalah keturunan syetan.

Sedangkan peruntunan nasab hingga sampai ke nasab malaikat, dengan semata mengisi diri dengan kebaikan, adalah di luar batas kemampuan manusia. Karena kejahatan telah terpatri secara kuat bersamaan dengan kebaikan dalam struktur diri manusia. Hanya ada dua api yang dapat memisahkan dua unsur itu, yaitu api penyesalan atau api neraka jahanam".

Pokok atau sumber utama penulisan buku ini adalah: Al Quran, sunnah Rasulullah Saw dan sikap serta perkataan yang sampai dari generasi salaf. Aku berusaha agar tidak menggunakan hadits dhaif dalam memberikan penentuan hukum atau suatu pengarahan. Sambil menyebutkan siapa yang telah mentakhrij hadits itu dan apa derajatnya secara ringkas. Maka jika hadits itu tidak sahih atau hasan, maka aku tidak mengutipnya. Meskipun hadits itu mengandung substansi targhib --mendorong untuk melakukan kebaikan-- dan tarhib --memberi takut untuk melakukan keburukan dan kesalahan. Dan jikapun aku sebutkan juga, maka itu sekadar untuk menguatkan saja, atau aku mengutipnya dari orang lain, namun biasanya sambil menjelaskan kedhaifannya.

Dan dalam penyusunan buku ini, aku banyak mengambil materi dari beberapa kitab, terutama kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama suluk. Yang terpenting adalah dua kitab pokok ini:

Pertama: Kitab "Madarij Salikin Syarh Manazil Sairin Ila Maqamat (Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in)" karya Imam Abi Abdillah Saymsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Yang terkenal dengan sebutan Ibnu Qayyim. Dalam kitab itu, Ibnu Qayyim telah menunjukkan kelasnya dalam mengarang, sebagai seorang sastrawan yang ulung, da'i dan murabbi yang besar, ruhani seorang rabbani yang cemerlang, pandangan seorang faqih-ushuli yang dalam, dan menulis dengan tujuan hanya untuk Allah SWT semata. Sehingga ketika ia menggoreskan kalamnya, seketika rangkaian kata-kata yang indah tumpah ruah, bagaikan ombak di laut, sambil menjelaskan banyak hal, mengungkapkan banyak sebab, menjelaskan hukum-hukum dan mendedahkan banyak hakikat.

Aku banyak mengambil materi buku ini dari kitabnya itu. Dan dalam banyak kesempatan aku langsung mengutip perkataannya dengan lengkap.

Aku juga mengutip dari kitabnya yang lainnya, yaitu kitab " Ad Daau wad Dawaa", dalam menjelaskan pengaruh atau akibat kemaksiatan.

Kedua: Kitab "Ihya Ulumuddin". Yaitu sebuah kitab ensiklopedik dalam ilmu suluk --tasawwuf-- yang terkenal itu. Kitab itu terdiri dari empat puluh kitab yang dipecah dalam empat bagian. Yaitu seperempat tentang ibadah, seperempat tentang adat, seperempat tentang almuhlikaat (yang membinasakan) dan seperempat al munjiaat (yang menyelamatkan). Dan awal kitab dalam seperempat al munjiaat adalah kitab taubat.

Imam Al Ghazali adalah seorang faqih, ahli ilmu ushul fiqh, dan ahli manthiq yang tersusun pemikirannya. Sehingga karangannya itu tersusun dengan apik dalam bab-bab yang runtun. Tertata runtut pemikirannya. Menggunakan metafor-metafor yang baik,dan redaksi yang halus. Sehingga orang-orang yang datang setelahnya banyak mengambil manfaat dari kitabnya itu, sebagaimana ia telah banyak mengambil manfaat pula dari orang-orang sebelumnya --terutama dari kitab "Quut al Quluub" karya Abi Thalib al Makki.

Aku banyak mengutip pemikiran dari kitab itu, dan dalam banyak kesempatan aku juga mengutip perkataannya secara langsung.

Aku berdo'a kepada Allah SWT agar buku ini bermanfaat bagi penulisnya, pembacanya, penerbitnya, serta semua orang yang turut memberikan andil dalam penyelesaian buku ini, yang bertujuan untuk mengembalikan hati manusia kepada Allah SWT. Dan aku juga berdo'a kepada Allah SWT agar memberikan taubat nasuha kepada kita, sehingga dapat menghapus keburukan-keburukan kita, mengangkat derajat kita, dan memasukkan kita ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

"Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." At Tahriim: 8

Doha, Shafar 1418 H/Juni 1997M
Dr. Yusuf al Qaradhawi


At Taubat Ila Allah (Bertaubat) siri (1)

Judul Asli: at Taubat Ila Allah
Pengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Maktabah Wahbah, Kairo
Cetakan: I/1998


Pengenalan Dr. Yusuf Qardhawi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fizik dalam bidang nuclear dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

Sunday, June 8, 2008

Ayat Tasybih


Mengenai ayat mutasyabih yg sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin sesat masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yang sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah dll yang hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat-ayat dan hadits tersebut.

Sebagaimana makna Istiwa, yg sebagian kaum muslimin sesat sangat gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT” , entah darimana pula mereka menemukan makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat-ayat dan Nash hadits lain, bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah swt turun kelangit yg terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758, sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir,

maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari Bumi di langit yg terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka, jelaslah bahwa hujjah yg mengatakan Allah ada di Arsy telah bertentangan dengan hadits qudsiy diatas, yg berarti Allah itu tetap di langit yg terendah dan tak pernah kembali ke Arsy, sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy mengatakan Allah dilangit yg terendah.

Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yg bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tdk diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yg menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yg beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yg tidak baik yg mempermasalahkan masalah ini.

Lalu bagaimana dengan firman Nya : ”Mereka yg berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10), dan disaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yg turut berbai’at pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137), Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya.

Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
1.Pendapat Tafwidh ma’a tanzih
1. Madzhab tafwidh ma’a tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kpd Allah swt, dg i’tiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan). Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dg hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yg juga di pegang oleh Imam Abu hanifah. dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dg mahluk, bukan seperti para imam yg memegang madzhab tafwidh.
2.Pendapat Ta’wil
Madzhab takwil yaitu menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dg keesaan dan keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri). Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah.

seperti ayat :
”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS Assajdah 14).

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dg sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569) apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?

Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yg dimaksud sakit pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)

Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yg berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy). Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yg mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas tuhan sekalian alam” . (QS Asshaffat 180-182).


Walillahittaufiq

Thursday, June 5, 2008

Habib Ali: Muhammad (s) Part 6

Habib Ali: Muhammad (s) Part 5

Habib Ali: Muhammad (s) Part 4

Habib Ali: Muhammad (s) Part 3

Habib Ali: Muhammad (s) Part 2

Habib Ali: Muhammad (s) Part 1

Wahai Idolaku Muhammad SAW, Bagian III
Penjelasan Bolehnya Membawakan Syair Pujian pada Nabi SAW di Masjid &
Kemuliaan Makam Rasulullah SAW


Maha Suci Allah, Yang Membentangkan Kerajaan Alam Semesta dengan Cahaya Kemegahan Nya, maka tegaklah Angkasa Raya Langit dan Bumi sebagai Lambang Kesempurnaan Nya Yang Maha Tunggal dalam Pengaturan, Maha Tunggal dalam Keabadian Maha Tunggal dalam Kesempurnaan, Maka Gemuruhlah Kerajaan Alam Semesta sepanjang masa bertasbih Kehadirat Nya, Menggema Angkasa Raya Mensucikan Nama Nya Yang Maha Luhur dari zaman ke zaman, Dicipta Nya keturunan Adam untuk mencapai kehidupan yang Abadi, maka akan musnahlah kerajaan Alam semesta menemui kefanaan, lebur dibawah Kehendak Nya Yang Maha Menentukan, dan tersisalah Benua Kemewahan nan Abadi dan Benua Kehinaan.

Dibangkitkan Nya Pemimpin dari para Duta Nya dimuka Bumi, Sayyidina Muhammad saw, sebaik-baik makhluk dan dipenuhi Nya dengan akhlak yang sempurna, satu-satunya makhluk yang menjadi pemimpin bagi pembawa Cahaya Keridhoan Nya yang Abadi, Maha Suci Allah swt yang menjadikan kecintaan pada Sang Nabi saw merupakan kesempurnaan Iman kepada Nya, sebagaimana sabda beliau saw : ?Tiada Sempurna Iman Kalian, sebelum aku lebih dicintainya dari anak-anaknya, ayahnya dan seluruh manusia? (Shahih Muslim).

Betapa besar kecintaan para sahabat Radhiyallahu?anhum kepada Nabi saw, sebagaimana makna cinta, berarti selalu rindu pada yang dicintainya, selalu ingin bersama kekasihnya, selalu tak ingin berpisah dengan kekasihnya, mencintai segala miliknya, bahkan apa-apa yang disentuh oleh Rasul saw menjadi mulia dimata mereka, sebagaimana riwayat Sa?ib ra, : "aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw" (Shahih Muslim hadits no.2345). Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata : ?Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya? (Shahih Bukhari hadits no.168), Diriwayatkan pula bahwa Abu Talhah adalah yang pertama kali mengambil rambut Rasul saw saat beliau saw bercukur (Shahih Bukhari hadits no.169)

Tentunya seorang yang dicintai akan selalu dipuji, tentunya seorang pecinta akan selalu memuji kekasihnya, dan pujian bagi sang nabi saw boleh dimana saja, tidak terkecuali di masjid, karena kecintaan pada Utusan Allah adalah kecintaan kepada Allah, dan beliau saw sendiri yang bersabda bahwa cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah, dan dalam hadits beliau bersabda : ?tiada sempurna iman kalian sebelum aku lebih dicintainya dari anak-anaknya, dari ayahnya dan dari seluruh manusia? (Shahih Muslim hadits no.44). bahkan Imam Muslim mengatakan bahwa ?Secara Mutlak seseorang itu tidak disebut beriman kalau ia tak mencintai Nabi saw? (Shahih Muslim Juz 1 hal 67).

Hassan bin Tsabit ra selalu memuji Rasul saw didalam masjid Nabawiy, maka ketika ia sedang asyik bernasyid (nasyid, syair, qasidah, sama saja dalam bahasa arab yaitu puji-pujian pada Allah dan Rasul saw), ia sedang melantunkan syair puji-pujian pada Rasul saw, tiba-tiba Umar ra mendelikkan matanya kepada Hassan, maka berkatalah Hassan bin tsabit ra : ?Aku sudah memuji beliau (saw) ditempat ini (masjid) dan saat itu ada yang lebih mulia dari engkau (Rasul saw melihatnya dan tidak melarang)?, lalu berkata pula Hassan kepada Abu hurairah ra yang juga ada bersama mereka : ?Demi Allah bukankah Rasul saw telah berdoa untukku : WAHAI ALLAH BANTULAH IA (hassan ketika membaca syair dihadapan Rasul saw) DENGAN JIBRIL???. Maka Abu Hurairah berkata : ?Betul?, maka Umar ra pun tak lagi berani mengganggunya. (Shahih Bukhari hadits no.3040). riwayat yang sama pada Shahih Muslim hadits no.2485.

Maka jelaslah sudah bahwa Rasul saw tidak melarang puji-pujian atas Allah dan Rasul Nya di masjid, bahkan diriwayatkan bahwa Rasul saw menaruh sebuah Mimbar khusus untuk Hassan bin Tsabit ra di Masjid, untuk ia membaca Syair memuji Allah dan Rasul saw (Mustadrak Alaa Shahihain hadits no.6058, 6059), dan ketika ada orang yg tak menyukai Hassan, maka marahlah Ummulmukminin Aisyah ra, seraya berkata : ?Jangan kalian menghina Hassan, karena ia selalu memuji Rasulullah saw? (Mustadrak Alaa Shahihain hadits no.6063), berkata Imam Hakim bahwa ucapan ini shahih memenuhi syarat Shahih Bukhari dan Muslim.

Fahamlah kita bahwa Puji-Pujian pada Rasul saw, yang diantaranya Qasidah, Maulid dll merupakan hal yang dimuliakan oleh Rasul saw, bahkan Sayyidatuna Aisyah ra marah ketika ada orang yang menghina orang yang memuji Rasul saw, maka ketika di akhir zaman ini muncul kelompok yang mengharamkan puji-pujian pada Rasul saw dan nasyid/qasidah di masjid, ini menunjukkan kesempitan pemahaman mereka dalam Syariah Islamiyyah, memang betul ada hadits Rasul saw yang melarang membaca syair-syair di masjid, namun itu adalah syair-syair keduniawian yang membuat ummat lupa kepada Allah swt, bukanlah syair pujian atas Allah dan Rasul saw yang memberi semangat kepada ummat untuk semakin taat kepada Allah swt.

Wahai Idolaku Muhammad SAW, Bagian II
Dilengkapi Penjelasan Mengenai Tabarruk dan Istighatsah


Dalam artikel ini Insya Allah saya akan terus meluncurkan riwayat-riwayat mengenai Sang Nabi saw, untuk menambah pengetahuan para pengunjung website ini dan menambah kecintaan kita kepada beliau saw, Perlu kita fahami bahwa wajah Sang Idola saw adalah wajah yang dipenuhi cahaya kelembutan dan kasih sayang, karena beliau adalah pembawa Rahmat bagi sekalian alam, maka wajah beliau penuh kasih sayang, demikian pula ucapan beliau saw, perangai, tingkah laku, dan bahkan bimbingan beliau saw pun penuh dengan kasih sayang Allah swt.

Dilengkapi penjelasan mengenai Tabarruk dan Istighatsah

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa : "Rasulullah saw bila selesai shalat subuh, datanglah beberapa Khadim (ajudan/pembantu) Madinah dengan Bejana-bejana mereka yang berisi air, maka setiap kali datang kepada Rasul saw setiap bejana itu, maka Rasul saw menenggelamkan tangannya pada bejana tersebut, dan sering pula hal itu terjadi di musim dingin, maka Rasul saw tetap memasukkan jarinya pada bejana-bejana itu" (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul saw dan Tabarruk sahabat pada beliau saw/ hadits no.2324).

Dari Anas ra : "Kulihat Rasulullah saw dan pencukur rambut sedang mencukur rambut beliau saw, dan para sahabat mengelilingi beliau saw, maka tak ada rambut yang terjatuh terkecuali sudah didahului tangan mereka untuk mengambilnya" (Shahih Muslim Bab : keakraban Rasul saw dan Tabarruk sahabat pada beliau saw/ hadits no.2325).

Dari Anas ra : "Ummu sulaim ra mengambil keringat Rasul saw yang mengalir dengan handuk kulit dan memerasnya hingga mengalir disebuah mangkuk ketika beliau saw sedang tidur, maka Rasul saw terbangun dan berkata : "apa yang kau perbuat wahai Ummu Sulaim?", maka Ummu Sulaim menjawab : "Kami ingin mengambil berkah untuk anak-anak kami Wahai Rasulullah..", maka Rasul saw menjawab : "kau sudah mendapatkannya". (Shahih Muslim Bab : "Wanginya keringat Nabi saw dan Tabarruk dengannya", hadits no.2331 dan 2332).

Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul saw, mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).

Mengenai Tabarruk ini, sudah jelas dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Rasul saw tak pernah melarangnya, apalagi mengatakan musyrik kepada yang melakukannya, bahkan para sahabat Radhiyallahu'anhum bertabarruk (mengambil berkah) dari Rasul saw, mengambil berkah ini pada dasarnya bukan menyembah, sebagaimana dituduhkan sebagian saudara kita muslimin, tapi merupakan Luapan kecintaan semata terhadap Rasul saw dan itu semua merupakan hal yang lumrah, sebagaimana kita membedakan air zam-zam dengan air lainnya, mengapa?, bukankah itu sama saja dengan Tabarruk dengan air yang muncul di perut bumi?, air zam-zam itu muncul dari sejak Bunda Nabiyallah Ismail as dikunjungi Jibril as.

Riwayat-riwayat diatas adalah dalil jelas bahwa Tabarruk tidak dilarang oleh Rasul saw bahkan sunnah.., bila ada sekelompok orang yang mengatakan Tabarruk itu hanya pada Rasul saw maka bagaimana Rasul saw mengusap Hajarul aswad..?, bagaimana dengan air zam-zam yang diperebutkan muslimin dan dianggap berkhasiat ini dan itu, Demi Allah belum pernah teriwayatkan para sahabat berebutan air zam-zam, mereka memang minum air zam-zam, tapi mereka berebutan air wudhu bekas Rasul saw.., dan rambut beliau saw, bahkan keringat beliau saw.., inilah luapan Mahabbah, pantas dan wajar saja bila seorang kekasih menyimpan baju kekasihnya misalnya, baju usang tak berarti itu sangat berarti bagi sang kekasih, maka istilah "dikeramatkan" dan lain sebagainya itu pada hakikatnya adalah luapan Mahabbah pada orang-orang shalih dan mulia, sebagaimana para sahabat bertabarruk dengan Rasul saw karena luapan Mahabbah (kecintaan) mereka pada Nabi saw, bukan karena ia Muhammad bin Abdillah, tapi karena beliau adalah Utusan Allah yang mengenalkan mereka kepada Hidayah dan kemuliaan, demikian pula hingga kini orang-orang muslim bertabarruk karena luapan cinta mereka pada gurunya yang bernama Kyai fulan misalnya, atau habib fulan, atau orang shalih misalnya, semata mata bukan memuliakan diri si Kyai atau habib atau guru atau si shalih, tapi semua itu disebabkan ia adalah orang yang membimbing mereka pada Keridhoan Allah, atau karena mereka orang yang shalih dan banyak ibadah kepada Allah, kalau mereka tak shalih (fasiq) niscaya tak akan ada yang mau bertabarruk padanya, maka puncak asal muasal Tabarruk adalah Kemuliaan Allah yang telah memilih hamba Nya fulan menjadi Guru atau Kyai atau Orang shalih, karena ini semua dengan Izin Allah, sebagaimana firman Nya : "Sungguh Allah memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki Nya", dan ayat Lain : "Tidaklah kalian memiliki keinginan (utk beristiqomah) kecuali telah dikehendaki Allah Rabbul 'Alamien". (QS Al Kuwwirat).

Nah.. dari Kehendak Allah yang menentukan hamba ini dimuliakan maka kita memuliakannya sebagaimana Allah memuliakannya, demikian para sahabat terhadap Rasul saw, ah.. ternyata para sahabat benar-benar asyik dengan idolanya, Idola termulia dari semua Idola sepanjang masa usia Bumi.., kita tercengang-cengang dengan betapa besarnya luapan cinta para sahabat pada Sang Nabi saw, dan ternyata Rasul saw pun memberi kesempatan pada para pecintanya untuk bertabarruk dengan air wudhu beliau saw, dengan keringat beliau saw, dan lainnya sesekali bukan karena beliau saw menghendakinya, namun dari keluasan hati beliau saw yang memahami luapan cinta para sahabat beliau saw, bila hal ini mungkar maka pastilah beliau melarangnya, dan bila hal ini dikhususkan pada Rasul saw maka beliau saw akan menjelaskannya bahwa ini hanya kekhususan bagi beliau saw sebagai Rasul saw dan tak boleh diikuti oleh selain beliau saw.

Mengenai Istighatsah, yaitu memanggil manusia untuk minta pertolongan, maka hal ini telah diceritakan oleh beliau saw bahwa kelak semua manusia ber Istighatsah kepada Adam as, lalu kepada Musa, lalu kepada Muhammad saw.., demikian dijelaskan dalam Shahih Bukhari hadits no.1405, mengenai pendapat yang mengatakan bahwa Istighatsah harus kepada orang yang dihadapannya maka pendapat ini tidak beralasan, karena perbedaan jarak tak bisa menghalangi kemuliaan seseorang di sisi Allah swt, saya bisa saja meminta pertolongan pada teman saya diluar negeri, atau minta bantuan pada seorang berkuasa di negeri seberang yang tak saya kenali misalnya, lewat email atau surat atau lainnya, ini sudah terjadi di masa kini, yaitu hubungan antar negara, maka mustahilkah Allah menghubungkan hamba Nya yang masih hidup dengan yang sudah wafat?, bukankah diwajibkan bagi kita menyolati mayyit dan mendoakannya dengan Doa "Wahai Allah ampunilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah kewafatannya, luaskanlah kuburnya, dst didalam shalat janazah?, bukankah hadits shahih muslim dan Bukhari menjelaskan bahwa orang mati tersiksa di alam kubur karena jeritan orang yang menangisinya?, bukankah ini menunjukkan ada hubungan antara yang hidup dan yang mati?, bukankah Rasul saw mengatakan bahwa diperbolehkannya mengirim amal untuk orang yang sudah wafat? (saebagaimana diriwayatkan dalam shahih Muslim), bukankah Allah mengajari kita doa "Wahai Allah Ampunilah kami dan orang orang yang telah mendahului kami dalam beriman..?".

Yang jelas, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Istighatsah diatas, bahwa aku dan kalian dan seluruh manusia kelak di hari kiamat akan melakukan Istighatsah.., yaitu kepada Adam as dan akhirnya kepada Muhammad saw, mau tak mau, rela tak rela, apakah menganggapnya syirik atau lainnya, namun Sayyidina Muhammad saw menjelaskan bahwa aku dan kalian dan seluruh ummatnya kelak akan ber Istighatsah kepada beliau saw.

Alangkah Indahnya sang Nabi mulia ini, dan selama kita mengakui bahwa para sahabat adalah orang-orang yang menjadi panutan kita, maka lihatlah kecintaan sahabat radhiyallahu'anhum pada beliau saw, bahkan ketika beliau wafat.., apa yang diperbuat oleh Khalifah kita Sayyidina Abubakar Asshiddiq ra?, beliau menyingkap kain penutup wajah Rasulullah saw lalu memeluk Jenazah beliau saw dan menciuminya seraya menangis dan berkata lirih : "Demi ayahku, Engkau dan Ibuku, tak akan terjadi dua kali kematian atasmu.. (maksudnya engkau tak akan merasakan sakitnya kematian lagi setelah ini). Demikian diriwayatkan didalam Shahih Bukhari (hadits no.4187).

Mengapa Abubakar Ashiddiq ra bersumpah dengan ayah ibunya dan Rasul saw?, dan berkata kata kepada Jenazah yang sudah wafat?, mengapa pula ia menangis dan menciumi jenazah itu?, mengapa menciumi jenazah orang yang sudah wafat sambil menangis?, adakah kita menemukan jawaban lain selain luapan kecintaannya pada Muhammad Rasulullah saw?, alangkah cintanya Abubakar Asshiddiq ra kepada Rasul saw, bahkan setelah wafat pun Abubakar Asshiddiq masih menciumi jenazah beliau saw, Alangkah cintanya Umar bin Khattab kepada Rasul saw hingga ia awalnya tak mau menerima kejadian wafatnya Rasul saw..?, tak percaya, dan mengingkari wafatnya Rasul saw?, mengapa?, bodohkah ia?, adakah jawaban lain selain besarnya kecintaan Umar bin Khattab ra pada Nabi saw?,

Wahai Allah Yang Maha Memenuhi sanubari para sahabat Nabi dengan kecintaan dan Asyik rindu pada Nabi Mu Muhammad saw.. Jadikan sanubari kami diterangi pula kecintaan pada Nabi Mu Muhammad saw, dan jadikanlah sanubari kami beridolakan Nabi Muhammad saw.. amiin..


(Bersambung)

Monday, June 2, 2008

Wahai Idolaku Muhammad SAW, Bagian I


Dalam artikel ini Insya Allah saya akan terus meluncurkan riwayat-riwayat mengenai Sang Nabi saw, untuk menambah pengetahuan para pengunjung website ini dan menambah kecintaan kita kepada beliau saw, Perlu kita fahami bahwa wajah Sang Idola saw adalah wajah yang dipenuhi cahaya kelembutan dan kasih sayang, karena beliau adalah pembawa Rahmat bagi sekalian alam, maka wajah beliau penuh kasih sayang, demikian pula ucapan beliau saw, perangai, tingkah laku, dan bahkan bimbingan beliau saw pun penuh dengan kasih sayang Allah swt.

Seorang lelaki bertanya kepada Albarra? bin Azib ra : ?Apakah wajah Rasul saw seperti pedang ?? (bukankah beliau banyak berperang, apakah wajahnya bengis bak penguasa kejam?), maka menjawablah Albarra? bin Azib ra : ?Tidak.. tapi bahkan wajah beliau bagai Bulan Purnama..?, (kiasan tentang betapa lembutnya wajah beliau yang dipenuhi kasih sayang) (Shahih Bukhari hadits no.3359, hadits serupa Shahih Ibn Hibban hadits no.6287).

Diriwayatkan oleh Jabir bin samurah ra : ?wajah beliau saw bagaikan Matahari dan Bulan? (Shahih Muslim hadits no.2344, hadits serupa pada Shahih Ibn Hibban hadits no.6297), demikian pula riwayat Sayyidina Ali.kw, yang mengatakan : ?seakan akan Matahari dan Bulan beredar di wajah beliau saw?. (Syamail Imam Tirmidzi), demikian pula diriwayatkan oleh Umar bin khattab ra bahwa ?Rasul saw adalah manusia yang bibirnya paling indah?.

Al Imam Alhafidh Syeikh Abdurrahman Addeba?I mengumpulkan ciri ciri sang Nabi saw : ?Beliau saw itu selalu dipayungi oleh awan dan diikuti oleh kabut tipis, hidung beliau saw lurus dan indah, Bibirnya bagaikan huruf Miim (kiasan bahwa bibir beliau tak terlalu lebar tak pula sempit dan sangat indah), Kedua alisnya bagaikan huruf Nuun, (kiasan bahwa alis beliau itu tebal dan sangat hitam dan bersambung antara kiri dan kanannya)?.

Dari Abi Jahiifah ra : ?Para sahabat berebutan mengambil telapak tangan beliau dan mengusapkannya di wajah mereka, ketika kutaruh telapak tangan beliau saw diwajahku ternyata telapak tangan beliau saw lebih sejuk dari es dan lebih wangi dari misik? (Shahih Bukhari hadits no.3360).

Berkata Anas ra : ?Tak kutemukan sutra atau kain apapun yang lebih lembut dari telapak tangan Rasulullah saw, dan tak kutemukan wewangian yang lebih wangi dari keringat dan tubuh Rasul saw? (Shahih Bukhari hadits no.3368). ?Kami tak melihat suatu pemandangan yg lebih menakjubkan bagi kami selain Wajah Nabi saw?. (Shahih Bukhari hadits no.649 dan Muslim hadits no.419) ?Ketika perang Uhud wajah Rasul saw terluka dan mengalirkan darah segar, maka putrinya yaitu Sayyidah Fathimah ra mengusap darah tersebut dan Sayyidina Ali kw memegangi beliau saw, namun ketika terlihat darah itu terus mengalir, maka diambillah tikar dan dibakar, maka debunya ditaburkan diluka itu, maka darahpun terhenti?. (Shahih Bukhari hadits no.2753).

Dari anas bin malik ra : ?Dan saat itu dirumah hanya aku, ibuku dan bibiku, lalu selepas shalat beliau berdoa untuk kami dengan kebaikan Dunia dan Akhirat, lalu Ibuku berkata : ?doakan pelayanmu ini wahai Rasulullah..? (maksudnya Anas ra), maka Rasul saw mendoakanku dan akhir doanya adalah : ?Wahai Allah Perbanyak Hartanya dan keturunannya dan berkahilah? (Shahih Muslim hadits no.660).

?Dan beliau saw itu adalah manusia yg terindah wajahnya, dan terindah akhlaknya? (Shahih Bukhari hadits no.3356) . ?Dan beliau saw itu adalah manusia yg termulia dan manusia yg paling dermawan, dan manusia yang paling berani? saw (Shahih Bukhari hadits no.5686).

Dari Abu Hurairah ra : ?Wahai Rasulullah.., bila kami memandang wajahmu maka terangkatlah hati kami dalam puncak kekhusyu?an, bila kami berpisah maka kami teringat keduniawan, dan mencium istri kami dan bercanda dengan anak anak kami? (Musnad Ahmad Juz 2 hal.304, hadits no.8030 dan Tafsir Ibn katsir Juz 1 hal.407 dan Juz 4 hal.50).

bersambung....

Peringatan Maulid Nabi SAW

Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara 'Aqlan wa syar'an, (logika dan syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia. Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya

* Firman Allah : "(Isa berkata setelah keluar dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan" (QS Maryam 33)
* Firman Allah : "Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan" (QS Maryam 15)
* Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
* Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
* Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.dalam al Quran diferintahkan " untuk memperingatkan mereka dengan hari-kari (bersejarah dalam agama) Allah sungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) tanda -tanda bagi orang yang banyak bersabar dan bersyukur"Ibrahim ayat 5 dan perhatikan firmanNya lagi bermaksud "katakan kepada mereka yang beriman supaya mereka mengampuni (mema'afkan) bagi mmereka yang tidak mengharapkan hari-hari( pembalasan agama ) Allah 'azzawajalla,untuk membalas suatu kaum itu dengan apa (kesalahan)yang mereka usahakan"al Jathiah ayat 14

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : "Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan" (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : "oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..", namun beliau bersabda : "itu adalah hari kelahiranku", menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : "bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?", maka amir menjawab : "oh itu hari kelahiran saya". Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : "Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah.." maka Rasul saw menjawab: "silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga", maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : "… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur'an) kami terus mendalaminya" (Mustadrak 'ala shahihain hadits no.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : "bagaimana keadaanmu?", abu lahab menjawab : "di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw" (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi'bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : "aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : "bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : "betul" (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)

Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : "Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw"(Musnad Abu Ya'la Juz 8 hal 337).

Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : "hari ini hari ditenggelamkannya Fir'aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : "kita lebih berhak atas Musa as dari kalian", maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur'an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt "SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA" (QS Al Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil'aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : "Husnulmaqshad fii 'amalilmaulid".

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid'ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya 'Urif bitta'rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : "di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)" (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur'an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy : Serupa dg ucapan Imamul Qurra' Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata "tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar".

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : "ketahuilah salah satu bid'ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw"

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
dengan karangan maulidnya yg terkenal "al aruus" juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, "Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya".

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: "Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar".

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbi dg karangan maulidnya yg bernama "Attanwir fi maulid basyir an nadzir"

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya "urfu at ta'rif bi maulid assyarif"

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : "maulid ibn katsir"

13. Imam Al Hafidh Al 'Iraqy dg maulidnya "maurid al hana fi maulid assana"

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy telah mengarang beberapa maulid : Jaami' al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra'iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba' dg maulidnya addiba'i

18. Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya itmam anni'mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari' dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja'far bin Hasan Al barzanji dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani dg maulid Al yaman wal is'ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg maulid jawahir an nadmu al badi' fi maulid as syafi'

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy dg maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi"

27. Syihabuddin Al Halwani dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati dg maulid Al Kaukab al azhar alal 'iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa' fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa'ad bin Mu'adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : "Berdirilah untuk tuan kalian" (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka'b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid'ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid'ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid'ah hasanah, Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar'an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa "Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib", semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .

contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur'an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur'an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur'an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur'an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa'urrasyidin, sahabat radhiyallahu'anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq