Friday, April 10, 2009

Kalau Perbuatan Itu Baik, Niscaya Rasulullah saw Mencontohkan Lebih Dulu

Kalau Perbuatan Itu Baik, Niscaya Rasulullah saw Mencontohkan Lebih Dulu

Ada sekelompok golongan yg suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, yasinan mingguan, tahlilan dll. Kadang mereka berdalil dengan dalih,

Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah saw telah mencontohkan lebih dulu.

Atau mengatakan,

Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Atau,

jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?

Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di atas adalah lemah sekali.Ini kerana alasan itu sebenarnya adalah perkataan yang keluar dari perasaan ego takabbur dan sombong orang kafir, sebab kalau diperhatikan perkataan itu sebenarnya telah diucapkan oleh orang -orang kafir yang bersikap membangga diri dan merasakan kebaikan (Islam )itu adalah mikiknya sahaja seperti firmanNya bermaksud " dan berkatalah orang kafir itu (dengan bongkaknya ) kalaulah (beriman dengan Quran itu)suatu kebaikan tentulah mereka (umat Islam )tidak akan dapat mendahului kita kepadanya" al Jathiah ayat 14 malah ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam berbagai hadits dan dalam fakta sejarah.

1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),

“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat untuk bersuciku itu”.

Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada Bilal,

‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini (engkau mendahuluiku masuk surga).

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz Dzahabi mengakuinya.

Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal) melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.

2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu,

dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang yang memnuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca, “Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi (Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak yang indah serta diberkahi).

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan itu.”

Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil dibolehannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir selama tidak menggangu.”

3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,

Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata:
اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً.

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi?

Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu langit terbuka untuk menyambutnya.”

Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah meninggalkannya.”

Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua belas malaikat.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah meningglakannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda demikian.”

Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/ belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan yang luar biasa.

Al hasil, Rasulullah saw telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah beliau ajarkan.

4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia berkata,

“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya. Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian, kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.

Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku mencintainya.”

Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga.”

Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau, akan tetapi selama amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan khusus dalam syari’at Islam.

Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu diklakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia bid’ah (sesat).

5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,

dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).

Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.

Setelah baginda Nabi saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut,

1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.

2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.

3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.

4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun 100 H.

5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll

6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.

Masih banyak contoh-contoh lain.Ini kerana sahabat amat faham dengan panduan agama yang terkandung dalam firmanNya bermaksud "apa yang dibawa oleh Rasulullah itu ambil dan amalkan dan apa yang dilarangnya maka jauhi dan tinggalkanlah al Hasyr ayat 7
jadi perkara yang tidak dilarangnya dan tidak dibawanya malah didiamkan bukan kerana lupa itulah kema'afan dan kelunggaran serta rahmat Allah untuk hambaNya sesuai dengan hadis Rasulullah yang di bawa oleh Imam kita Nawawi ra. dalam kitab arba'innya
Wallahu a’lam.

Kenapa salaf dan siapa salaf sebenarnya?

Kenapa salaf dan siapa salaf sebenarnya?

Setiap orang tidak memadai dengan pengakuannya sebagai muslim saja, kerana ungkafan itu terlalu umum dan luas, merangkumi semua umat Islam, termasuk Islam yang mendapat jaminan atau tidak termasuk golongan yang menganut fahaman Muhammad Abdul Wahab, termasuk Islam khwarij, Qadyani, muktazilah dan lainnya .

Jadi lebih tepat sekiranya pengakuannya hanya sebagai muslim salafi sahaja kerana fahaman salaf dan golongan salafi ini telah diakui sebagai umat yang diakui oleh rasulullah sallallahu ‘alai wa sallam sebagai jenerasi terbaik dan selamat iaitu jenerasi dalam tiga atau lima abad selepas kewafatan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam .Ini berdasarkan hadisnya yang memperakui “bahawa sebaik-baik qurun itu qurunku kemudian qurun yang selepas itu kemudian qurun sesudah itu”Dari sinilah di fahami bahawa tiga qurun atau lima qurun sesudah itu dinamakan qurun salaf dan jenerasi terbaik yang di jamin selamat oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam .Selaras dengan firman Allah bermaksud “dan mereka yang awal (beriman) dari kalangan Muhajrin dan Ansor dan pengikut merekadengan baik Allah telah meredhai mereka mereka juga meredhai Allahdan (Allah ) sediakan untuk mereka (ganjaran ) syurga yang (penuh ni’amat ) dan kekal didalamnya “ al Taubah ayat 100 .

1

Oleh yang demikian jenerasi sahabat dan jenerasi tabi’in , juga jenerasi tabi’in tabi’in sesudahnya dikenali sebagai jenerasi salaf (orang yang terdahulu)yang diakui selamat dan masuk syurga, begitu juga mereka yang mengikuti jijak langkah mereka dengan baik sahingga hari kamudian . Justeru itu golongan ulama yang lahir dalam qurun tersebut seperti Hasan Basri ,Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafie , Imam Ahmad, radia llahu ‘anhum dipanggil mereka sebagai ulama salafusalih dan mereka yang mengikutinya di kira kompolan yang selamat dan Berjaya . Adapun ulama yang timbul pada abad ketujuh dan sesudahnya seperti Ibnu Taimiah ,Ibnul Qayyim Ibnu Abdil Wahab dan selepasnya bukan dari golongan salaf , tentulah pengikut mereka itu bukan dari pengikut salaf . Sesuai dengan hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur itu bermaksud “ akan berpecah umatku kepada 73 kumpulan semuanya keneraka melainkan satu kumpulan saja ia itu kumpulan yang berpegang dengan sunahku dan sunah para sahabatku HR Abu Daud Tarmizi dan lainnya . Dalam riwayat lain diperintahnya kita berpegang kuat dengan sunahnya dan sunnah penggantinya(khulafaa) yang rasyidin “ .

Jelaslah bahawa golongan salaf dan pengikutnya yang baik itulah ,yang akan selamat dan berjaya Pengikutnya dengan baik itulah yang diakui sebagai muslim ahlusunah yang merupakan majority umat Islam di dunia hari ini .Dalam hadis sahih yang lain diakui sebagai kompolan umat yang sentiasa berada atas jalan kebenaran yang tidak akan menggugatkan mereka oleh arus penyelewengan (kesesatan)mereka (kompolan) serpihan yang menyalahi mereka hingga hari kiamat, hadis sahih Bukhari&Muslim .Di akhir-akhir ini ramai yang mengakui mereka adalah pengikut ulama salaf ,tetapi adakah pengakuan mereka itu benar atau palsu belaka, atau bertujuan untuk menyesatkan orang ramai sahaja ,kerana mereka (orang awam ini ) mudah terpeperangkap dengan kepalsuan yang dibawa mereka itu .


Disini marilah kita pastikan satu-satu ajaran yang dibawa kompolan tadi , adakah ianya benar-benar atau cuma kepelsuan belaka , nama sahaja menarik dan mempesunakan , untuk mempengaruhi siapa yang mendengarnya ,tetapi ajaran dan isinya adalah penipuan belaka .Dinagara kita ini terdapat banyak ajaran yang cuba diserapkan Tetapi bila dibandingkan dengan ajaran aswj yang merupakan jalan perdana (siratal mustaqim) amatlah jauh berbeza dan pelik lagi aneh , contohnya dalam isu akidah bayak kesamaran yang mereka perkenalkan Seperti Allah itu bertempat berangguta dan sebagainya , mereka terikut-ikut dengan ayat-ayat mutasyabih, sedangkan dengan tegas Allah mengingatkan kita “bahawa mereka yang cuba mengikuti apa –apa yang kesamaran dari ayat tersebut , itulah tandanya mereka yang ada penyakit (zaigh) dalam hatinya kerana mencari fitnah” Ali Imran 7 .Begitu juga apa yang dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam sabdanya bermaksud “kiranya ada mereka yang terikut-ikut dengan apa yang kesamara dari ayat mutasyabih, itulah orangnya yang dimaksudkan dalam ayat tadi(mereka yang berpenyakit hatinya) , sebab ayat mutasyabih tadi mengandungngi banyak makna dan artinya, ada yang kesamaran dan memberi wahamkan persamaan Allah yang qadim itu, dengan makhluk yang baru sedangkan Allah itu Tuhan yang tidak menyerupai dengan suatu apa pun “ maksud firmanNya pada ayat 11dari surah al Syura .

Jadi para salaf mensucikan Allah dari makna kesamaran tadi dan menyerahkan maksud sebenar kepada Allah atau mentakwelkan maksudnya sesuai dengan apa yang di jelaskanNya dalam ayatnya yang lain yang labih sesuai dengan kebesaranNya seperti istawa dikatakan berkuasa atas segala hamba (dan makhluNya seperti maksud firmanNya pada surah al An’aam ayat 61.Dalam hadis kudsi riwayat Bukhari muslim ada mengatakan “Aku sakit tetapi kamu tidak sudi menziarahiKu,lalu bertanya hamba itu, bagaiman dapat aku menziarahiMu sedangkan Kmu itu Tuhan semasta alam ?firman Allah tidakkah kamu ketahui disana terdapat hambaKu yang sakit dan lapar kamu tidak pergi menziarahinya , sekiranya kamu pergi menziarahinya pasti kamu dapati aku (rahmatKu) ada bersamanya- al hadis.


Oleh itu fahamlah kita bahawa dalam ungkapan perkataan hadis tadi terdapat perkataan majaz (kiasan) atau pinjaman sahaja (kinayah ) kerana mustahil Allah bersipat dengan kekurangan (sakit atau menyerupai makhlukNya bertempat berangguta berjisim dan sebagainya), mereka (kaum musyabbihah tadi akan bertanya bagaimana pula dengan pengakuan kita bahawa Allah Maha mendengar lagi Maha melihat bukankah itu juga penyerupaan Allah dengan makhluk?. kita tahu bahawa sipat mendengar dan melihat Allah itu merupakan sipat kesempurnaan (kamalat)bagi Allah dan kita yakin bahawa Allah wajib bersipat dengan segala sipat kemalat, dan itu bukan berarti penyerupaan Allah dengan makhlukNya kerana mendengar dan melihat Allah itu bukan melalui alat(mata dan telinga ) seperti makhlukNya malah melihat dan mendengar dengan sipat samak dan basarNya , bukan dengan mata dan telinga yang terbatas ini , bahkan Allah mendengar dan melihat dengan sipat samak dan basarNya akan segala yang maujudat ini, dan mustahil dariNya segala kekurangan seperti buta dan tuli atau melihat dan mendengar dengan mata dan telinga dan sebagainya, seperti apa yang difahami oleh kaum musyabbihah tadi yang mana Allah melihat dengan mata dan mendengar melalui telinga, seperti hal yang dimiliki manusia ini .

Disinilah titik perpisahan kita dengan golongan sesat tadi ,kerana mereka tidak mahu menerima perkataan majaz dalam dalil ( (nas Quran hadis ) lalu di terimanya segala perkataan itu adalah hakiki(benar) belaka , kalau macamtulah fahaman mereka, tentulah Allah itu bersipat dengan sipat makhluk yang baru dan lemah ini, berangguta, sakit, berjisim bertempat dan sebagainya dan segala macam kesamaran yang terdapat pada perkataan ayat mutasyabihat .Sedangkah Allah sendiri telah membahagikan ayat –ayat itu ada dua , ada yang muhkamnya dan selainnya ada ayat yang mutasyabihat seperti apa yang dapat difahami dari ayat7 dari surah ali Imran tadi .

Bagi kita tentulah antara dua kadaan ayat yang berlainan itu penerimaan kita juga berlainan dan tidak boleh disamakan , kiranya ada makna dan maksud yang lebih sesuai dengan kebesaran Allah atau mensucikanNya dari sebarang penyerupaan yang telah di nafikanNya pada ayat muhkam tadi pada surah al Sura ayat 11 atau ayat 4 pada surah al Ikhlas dan lainnya


Dari hadis kudsi tadi pun sudah diselitkan jawapannya iatu Allah tidak munkin dapat dilawati atau diziarhi kerana Maha suci Allah dari ruang dan tempat berjisim dan sebagainya, sahingga dapat di ziarahi atau sebagainya seperti akidah yang diyakini firaun laknatullah itu .Sebenarnya maksud dari perkataan itu semua hanyalah mengenai kasih sayang dan rahmatNya kepada hambaNya yang menerima ujian dariNya dengan sabar dan redha dengan ujian Tuhannya .Sebab itu siapa yang menziarahi mereka yang sakit lapar dan sebagainya tadi, akan beroleh sama rahmat kasih sayang, dan keampunanNya .

Untuk panduan kita orang awam ini bagi mengenali siapa salaf yang sebenar , iaitu mereka yang dapat mengikuti ajaran Quran hadis dengan baik dan berpandukan ajaran aswj yang merupakan ajaran perdana dan diterima oleh majority umat Islam diseluruh dunia hari ini, mereka tidak membid’ahkan amal kebajikan yang di terima pada satu-satu masyarakat jauh sekali dari menyesatkan umat islam dalam perkara khilafiah dan adat resam mereka yang tidak bertentangan dengan ajaran agama ,mereka amat bencikan perpecahan dan permusuhan .

Ajaran yang mereka anuti adalah saksama saimbang dan masra serta penuh berhikmat . Akidah mereka adalah suci dan bersih dari sebarang penyelewengan atau pelik dan sayz sesuai dengan pertunjuk al Quran hadis dan jejak salafussaleh ridwanullai ‘alaihim ijma’in . Ayat muhkam itu difahami secara jelas maknanya , tidak perlu sebarang takwelan lagi , maka fahaman mereka terhadap ayat yang mutasyabih itu, yang mengandungi banyak makna lagi kesamaran pula ada yang sesuai dan ada yang kesamaran ,sikap kaum aswj tentulah memilih makna yang sesuai dan layak dengan kebesaranNya dan menulak makna kesamaran (penyerupaan Allah dengan yang baru) . Wabillahi taufiq wal hidayah wassalam .