Friday, November 28, 2008

Sejarah Wahhabi

Sejarah Wahhabi

Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.”

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa 115)

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.

Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.

Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.

Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)

“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban

Nabi SAW pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.” Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.

Aku( aljuaini) berkata bukan hadis dan buku(sejarah) ulama sahaja yang telah mencatatkan peringatan dan amaran ini, tetapi juga al Quran secara (qat'i) yakin dan tanpa boleh diragui lagi, dalam ayat 97&98 dari surah al Taubah pernah memberi tahu kita mengenai kaum dan puak biadab dan kurang ajar ini, puak inilah yang pernah buat bising meraung-raung memanggil nama Muhammad -Muhammad dan datang kencing dipenjuru masjid Nabi saw. juga pernah merentap leher baju Nabi saw. sampai kelihatan kemerahan dilehernya yang mulia .Jadi anak cucu merekalah yang berketurunan dari Musailamah al Kazzab tu yang berani menghapus dan meruntuhkan segala(kesan) lambang sejarah kemuliaan Islam dan sya'airallah , yang mana dengan jelas Allah menyatakan bermaksud " siapa yang menghormati dan membesarkan tanda sejarah tersebut adalah tanda keluar dari hati yang bertaqwa" lihat al Hajj ayat 32 dan lain .
Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M

Sejarah Wahhabi

Sejarah Wahhabi

Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain. Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.”

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa 115)

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.

Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.

Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

“Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,” katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip Masonic bukan?)

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah” Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.

Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)

“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban

Nabi SAW pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.” Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.



Aku (al juaini) berkata bukan hadis dan buku sejarah yang dikarang ulama saja yang mungkin dapat dipertikaikan oleh setengah mereka tentang kesahihannya tetapi al Quran dalam surah al Taubah ayat 97&98 pernah memperingatkan kita mengenai kaum dan puak yang tidak beriman dan biadab serta kurangajar ini,demikian juga dalam surah al Hujurat ayat 14. Ini semua adalah bukti jelas dan yakin (qat'ai) yang tidak boleh dipersoalkan lagi oleh sesiapapun dari kalangan orang yang beriman melainkan mereka yang belum masuk bertapak cahaya keimanan dalam hati mereka . seperti kaum 'arabi tadi ,sebab itulah hari ini datang lagi dari anak cucu keturunan mereka yang berani meruntuhkan dan menghapuskan lambang sejarah agama Islam (sya'airallah ) dari muka bumi Allah ini, yang mana telah ditegaskan Allah dalam firmanNya bermaksud " sesiapa yang membesar (dan mengagongkan) lambang (kebesaran agama Allah ) maka itulah (tanda yang lahir) dari hati yang bertaqwa"al Hajj ayat 32.puah tu telah bersekunkol dengan (yahudi) dan musuh Allah yang setiasaingin memadamkan cahaya agama Allah dari muka bumi ini. Lihat maksud firmanNya pada surah al Saf ayat 8 .Walahualam .




9tanda
Diambil dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M

Mari Kenali Wahabi/ Salafi Betul-betul

Mari Kenali Wahabi/ Salafi Betul-betul

Muhammad b. Abdul Wahab b. Sulaiman b. Ali b. Muhammad b. Ahmad b. Rashid b. Barid b. Musaraf an-Najdi at-Tamimi di lahirkan pada tahun ( 1115H-1119 @ 1703-1787M ) di daerah Najd .Sebenarnya ulama dan ahli sejarah berselisih pendapat tentang kelahiran Muhammad Abdul Wahab. Tahun 1690M/1111H merupakan pendapat Shaikh Zaini Dahlan Mufti Mekah juga ahli sejarah .Pada tahun 1694M/1115H adalah pendapat golongan Wahabi/ Salafi manakala pada 1703M/1124H adalah ahli sejarah Barat. Muhammad Iqbal pula mengatakan beliau lahir pada 1700M/1121H.

Ayahnya Abdul Wahab yang merupakan seorang qadhi pada ketika itu telah mendapat firasat bahawa apa yang akan dilakukan oleh Muhammad Abdul Wahab akan merosakkan umat Islam nanti akhirnya. Kerosakan yang dimaksudkan tidak semestinya berlaku secara langsung (direct daripada Abdul Wahab sendiri) tetapi juga secara tidak langsung, iaitu dilakukan oleh orang-orang selepasnya hasil fahaman ciptaannya itu (fahaman Wahabi/ Salafi).

Kita mungkin biasa mendengar sebuah hadith Nabi yang bermaksud:

" Takutilah kamu akan firasat orang-orang mukmin, sesungguhnya mereka melihat dengan Nur Allah (pandangan mata hati )" .

Banyak hadis-hadis lain yang menyentuh tentang firasat dan mimpi yang baik merupakan sebahagian daripada kebenaran.

Ramalan tersebut terbukti benar apabila berlakunya pertentangan antara beliau dengan ayahnya. Ini membuatkan Muhammad Abdul Wahab terpaksa menyampaikan dakyahnya secara tersembunyi. Kejahilan agama masyarakat dan kekuatan politik, adalah antara faktor dakyahnya meresap di kalangan masyarakat Badwi Najd.


ABDUL WAHAB MEMULAKAN PERGERAKAN DAN SERANGAN

Ahli Najd terbahagi kepada dua golongan , badwi dan moden. Golongan moden menjalankan perniagan manakala golongan badwi kerap berperang dan bermusuhan sesama kabilah bagi menguasai wadi,kawasan ternakan dan sebagainya. Mungkin sikap keras, kasar dan taksub golongan badwi inilah yang telah mempengaruhi corak dakwah dan dakyah golongan Wahabi/ Salafi sehinggalah ke hari ini.

Kabilah Najd pada ketika itu terdiri daripada Bani Khalid, Hawazin, Harb, Qahtani, al-Ajmani, ad-Dawasir, Al Saud, Al Asobah ( Kuwait ) , Al Khalifah ( Baharin ) Zafir dan banyak lagi. Kawasan Najd ketika itu di luar kawalan Khilafah Daulah Uthmaniah, besar kemungkinan kawasan tersebut terpencil dan merupakan kawasan pedalaman.

Muhammad Abdul Wahab ke Iraq dan berbincang dengan beberapa fuqaha' lalu memberikan dan menyatukan beberapa pandangan baru dan lama hasil pemikirannya yang dhaif itu sendiri, akan tetapi beliau dimarahi dan diusir. Kemudian beliau terus pulang ke Najd, dan menyebarkan fahaman baru yang mengakibatkan penduduk Najd terbahagi kepada 2 puak, mereka yang memerangi dan mereka yang menuruti. Inilah kejayaan awal Muhammad bin Abdul Wahab- memecah-belahkan lagi puak badwi yang memang telah sedia berpecah-belah itu.

Kemudian Muhammad Abdul Wahab melarikan diri ke al-Uyainah lalu bersahabat dengan Amir al-Uyainah sehingga di akhiri dengan perkahwinan dengan anak perempuannya ( Amir al-Uyainah ).Ini secara tidak langsung memberi laluan kepada beliau untuk menyebarkan ajarannya.

Setelah menetap di al-Uyainah kira-kira 8 bulan beliau akhirnya diusir keluar juga. Apabila mengetahui kedudukannya terancam, maka beliau cuba menemui beberapa ketua-ketua kabilah dan pemimpin tertinggi untuk mendapat perlindungan dan sokongan sehinggalah ke ad-dar'iyah, lalu menemui Muhammad b. Saud. Pertemuan yang membawa mala petaka pada umat Islam ini, telah menjalinkan persepakatan dan persetujuan bagi membentuk fahaman agama baru secara rasmi, di dalam kekuatan politik, ketenteraan dan peperangan pada 1165H / 1744M.

ULAMA AL-HARMAIAN MENENTANG MUHAMMAD ABDUL WAHAB

Sewaktu Muhammad Abdul Wahab bersama pengikutnya menyibukkan diri menanam benih-benih perpecahan di kalangan umat Islam dengan membidaah dan mengkafirkan kaum muslimin ,beliau telah mengutuskan sekumpulan pengikutnya untuk merosakkan aqidah Ulama' al-Haramain serta memasukkan beberapa syubahat dan muslihat. Golongan Wahabi/ Salafi ini lebih gemar mempersoalkan perkara remeh-temeh yang mengundang perpecahan daripada memikirkan perkara-perkara besar. Ini membuatkan musuh-musuh Islam tersenyum puas hati.

Kemudian Ulama' al-Harmain (diantara mereka ialah As-Shaikh Ahmad al-Ba Alawi, As-Shaikh Umar Abdul Rasul, As-Shaikh Aqail b. Yahya al-'Alawi , As-Shaikh Abdul Malik dan As-Shaikh Hussin al-Maghribi) bangkit lantas menolak dengan memberikan beberapa keterangan dan hujjah sehingga melemahkan fahaman kaum Wahabi/ Salafi ini. Akhirnya Ulama' al-Harmain menegaskan bahawa golongan Wahabi/ Salafi ini adalah jahil dan tersesat. Ulama' Haramian pun menulis sepucuk surat lalu diajukan perkara tersebut kepada Qadhi as-Syar'e Mekah, yang akhirnya menjatukan hukuman penjara kepada mereka yang mulhid ini. Malangnya ada segelintir daripada mereka telah berjaya meloloskan diri ke ad-Dar'iyah ( iaitu ibu negeri Wahabi yang pertama di Riyad ) dengan perasan sombong dan angkuh. Peristiwa tersebut berlaku di bawah pemerintahan As-Syarif Masud b. Said b. Saad b. Zaid yang wafat pada 1153H/1732M.

Muhammad bin Abdul Wahab pula telah meninggal dunia pada tahun 1206H/1792M ketika berumur 90 tahun. Seterusnya gerakan ini diambil alih oleh Sulaiman bin Abdullah bin Abdul Wahab, yang meneruskan bahkan menyesatkan lagi agenda dan fahaman tersebut.

WAHABI MENGGANAS DI MEKAH DAN TAIF

Pada tahun 1217H / 1802M tentera-tentera Wahabi sampai di Taif, bersedia untuk terus menumpahkan darah kaum Muslimin lagi. Mereka mengepung Taif pada bulan Zul Qa'edah 1217H, seterusnya menyerbu, menawan dan membunuh lelaki serta wanita termasuklah kanak-kanak ,sehingga tiada seorang pun yang terlepas daripada kekejaman Wahabi/ Salafi ini. Setelah itu mereka merampas dan merosakkan segala harta benda serta melakukan keganasan yang tidak terkira dan seterusnya menuju ke Mekah.

Mereka mengetahui pada bulan tersebut ramai jemaah haji terutamanya dari Syam dan Mesir, boleh jadi mereka akan diserang, lalu mereka bercadang untuk menetap seketika di Taif sehinggalah selesai musim haji. Ini jelas menunjukkan bahawa sejak dahulu lagi umat Islam sedunia telah menolak fahaman Wahabi/ Salafi . Setelah jemaah haji pulang ke negara masing-masing, golongan Wahabi/ Salafi pun menuju ke Mekah, Amir Mekah as-Syarif Galib pada ketika itu tidak mampu menyekat kemaraan bala tentera Wahabi/ Salafi yang pada ketika itu telah tiba di Jeddah.

Berita tersebut akhirnya dihidu oleh penduduk Mekah. Mereka takut kekejaman dan kebiadaban yang berlaku di Taif akan menimpa mereka. Namun demikian, penduduk Mekah tidak dapat membuat apa-apa persediaan untuk menghadapi mereka. Pada Muharram1248H, golongan ini telah berjaya memasuki Kota Mekah dan menetap di sana selama 14 hari. Dalam tempoh masa inilah mereka melakukan kerosakan serta membuat ketetapan larangan menziarahi makam nabi-nabi dan solihin yang memang telah menjadi amalan para wali Allah, ulama dan umat Islam sebelum itu.

Kemudian tentera Wahabi menuju pula ke Jeddah untuk membunuh Amir as-Syarif. Setibanya di sempadan Jeddah, golongan Wahabi/ Salafi telah diserang oleh tentera Amir Mekah yang menatijahkan mereka menerima kekalahan teruk. Kegagalan untuk menawan kota Jeddah ini megakibatkan mereka berundur dan pulang semula ke Mekah.

WAHABI/ SALAFI MENGGANAS DI MEKAH DAN MADINAH.

Selepas 8 hari, golongan Wahabi/ Salafi mengumpulkan bala tenteranya di sana (Mekah) dan melantik seorang Amir as-Syarif Abdul Mu'ain iaitu saudara as-Syarif Ghalib, serta cuba berbaik-baik semula dengan penduduk Mekah.

Pada tahun 1220H mereka merompak dan mengepung penduduk Mekah serta memutuskan segala bekalan makanan sehingga menyebabkan penduduk Mekah kelaparan yang mengakibatkan mereka terpaksa memakan daging anjing akibat kebuluran yang bersangatan. Melihatkan keadaan ini, Amir Mekah terpaksa mengadakan perjanjian untuk perdamaian. Antara syarat perjanjian tersebut hendaklah berbaik-baik dengan penduduk Mekah.

Setelah tempoh perdamaian tamat maka sekali lagi pada akhir bulan Zul Qa'edah 1220H, mereka berjaya memasuki kota Mekah dan Madinah. Setelah tiba di Madinah , mereka menceroboh 'Bilik Nabi' dan mengambil semua harta benda termasuklah lampu dan bekas air daripada emas dan perak, permata, zamrud yang tidak ternilai harganya, lalu melakukan beberapa perkara keji dan jelek, sehingga menyebabkan ramai dari kalangan ulama' melarikan diri. Antaranya ialah Shaikh Ismail Al-Barzanji, Shaikh Dandrawi dan ramai lagi .

Kemudian mereka menghancurkan semua kubah di perkuburan Baqe' seperti qubah Ahli Bait, Isteri-isteri Nabi, anak-anak Nabi , lalu mereka cuba pula untuk memusnahkan kubah baginda Rasulullah s.a.w. , apabila mereka melihat di kubah tersebut terdapatnya “ lambang bulan sabit “ yang pada sangkaan mereka diperbuat daripada emas tulin, mereka mereka menarik balik keputusan tersebut. Sesungguhnya Maha Suci Allah yang telah memalingkan mereka daripada perbuatan keji dan melampau itu.Mereka juga telah memecahkan lampu-lampu di Madinah serta membahagikan kepada beberapa pengikutnya yang setia kepadanya. Kota Madinah akhirnya di tinggalkan dalam keadaan sepi selama beberapa hari tanpa azan, iqamah dan solat. Inilah kononnya slogan mereka: “Mari Kita Banteras Syirik dan Bida’ah” dan “Mari kembali Kepada Ajaran Rasulullah.”( Sila rujuk kitab ;Nuzhatul an-Nazirin fi Tarikh Masjid al-aw'walin wal akhirin oleh Jaafar bin Syaid Ismail al-Madani al-Barzanji)

Mereka telah melarang kemasukan jemaah haji dari Mesir dan Syam yang merupakan pekerja-pekerja menenun kelambu Kaabah dan seumpamanya. Mubarak b. al-Mudayyiqi akhirnya telah dilantik menjadi Amir Wahabi/ Salafi. Pemerintahan mereka berlalu selama kira-kira 7 tahun.

SERANGAN THOSON BASHA KE ATAS WAHABI/ SALAFI

Sultan Muhammad Khan telah mengutus Muhammad Ali Basha -pemerintah kerajaan Mesir supaya menyediakan seramai 8-10 ribu tentera untuk memerangi pelampau-pelampau Islam Wahabi/ Salafi ini pada tahun 1226H, lalu beliau mengerahkan anaknya Thoson Basha keluar dari negara Mesir pada bulan Ramadhan 1226H melalui jalan laut dan darat. Akhirnya berlakulah pertempuran yang dahsyat di perkampungan Khif ( dari Madinah kira-kira 90km) sehingga mengakibatkan ramai daripada jumlah tentera Mesir telah terkorban dan setengahnya pula gagal lalu pulang ke Mesir.

Kemenangan yang dicapai oleh golongan Wahabi/ Salafi ini adalah disebabkan hasil sokongan daripada beberapa kabilah badwi seramai 10 ribu orang yang telah berpakat untuk mengalahkan tentera Mesir. Peristiwa yang bersejarah lagi berdarah ini berlaku pada bulan Zul Hijjah 1226H/1805M. Sebenarnya tentera Thoson Basha juga terpaksa berhadapan seramai 30 ribu tentera Wahabi/ Salafi yang telah mengepung di bahagian Barat di bawah pimpinan al-Amir Faisal

SERANGAN MUHAMMAD ALI BASHA KE ATAS Wahabi/ Salafi

Keazaman Muhammad Ali Basha dengan sendirinya menuju ke Hijaz pada tahun 1227H untuk menemui tenteranya. Setelah itu beliau bersama tenteranya menguasai as-Safra' dan al-Hudidah pada bulan Ramadhan dan memasuki kota Madinah pada akhir bulan Zul Qa'edah . Kemudian beliau menguasai pula di persisiran pantai Jeddah pada awal bulan Muharram 1228H, lalu terus menuju ke Mekah dan menguasainya.

Pada bulan Rabiul Awal tahun 1228H Muhammad Ali Basha memerintahkan para utusannya ke Darul Khilafah Uthmaniah yang berpusat di Turki. Bersama mereka adalah anak-anak kunci kota Mekah, Madinah, Jeddah dan Taif. Pada bulan Syawal 1228H Muhammad Ali Basha kembali semula ke Hijaz, sebelum tiba di Hijaz ,as-Syarif Ghalib telah menangkap Osman al-Mudayyiqi yang merupakan Amir Wahabi/ Salafi di Taif, kemudian menghantarnya ke Darul Khilafah Uthmaniah dan dihukum bunuh.

Setelah Muhamad Ali Basha tiba di Mekah pada bulan Zul Qa'edah, beliau menangkap pula as-Syarif Ghalib ibnu Musa'd lalu menghantarnya ke Darul Sultanah , kemudian beliau melantik pula anak saudaranya As-Syarif Yahya bin Surur ibnu Musa'd untuk dilantik sebagai pemerintah di Mekah Pada bulan Muharam tahun 1229H Muhamad Ali Basha menangkap pula Amir Wahabi/ Salafi Madinah lalu menghantarnya ke Darul Khilafah Uthmaniah dan dihukum bunuh, kepalanya di gantung di “ Bab As-Saraya ” sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Osman al-Mudayyiqi ,adapun as-Syarif Ghalib beliau telah dihantar ke Salanik di Turki dan tinggal di sana dengan mendapat penghormatan sehingga beliau wafat dan dikebumikan pada 1231H.

Pada bulan Sya'ban 1229H Muhamad Ali Basha sekali lagi telah mengutus tenteranya ke Turbah, Bisyah, Ghamid, Zahran dan 'Asir untuk mengesan dan menjejaki serta memerangi golongan Wahabi/ Salafi lalu berhasrat untuk membinasakannya sehingga ke akar umbi .Setibanya di Darul Wahabi/ Salafi, mereka terus memerangi golongan tersebut dan diizinkan Allah menawan dan memusnahkan negeri mereka .

Pada bulan Jamadil Awal 1229H Amir Saud meninggal dunia lalu digantikan oleh anaknya Abdullah b. Saud. Muhammad Ali Basha kembali semula ke Darul Wahabi/ Salafi semasa mengerjakan haji dan tinggal di Mekah pada bulan Rejab 1230H, kemudian pulang semula ke Mesir setelah meninggalkan Hassan Basha di Mekah. Muhamad Ali Basha tiba di Mesir pada pertengahan bulan Rejab 1230H, ini menjadikan tempoh beliau di Hijaz kira-kira 1 tahun 7 bulan. Beliau pulang ke Mesir setelah melaksanakan tanggugjawabnya dan tugasnya di bumi Hijaz. Maka tinggalah beberapa golongan Wahabi/ Salafi yang bertempiaran di setiap pelusuk kabilah badwi dan selebihnya tinggal di Ad-Dar'yah kemudian melantik Abdullah b. Saud sebagai peminpin mereka.

BERPERANG DENGAN IBRAHIM BASHA

Amir Wahabi/ Salafi- Abdullah b. Saud cuba berbaik-baik dengan Thuson Basha bin Muhamad Ali Basha (adik kepada Ibrahim) ketika mereka berada di Madinah, sehingga terjalin hubungan persahabatan di bawah pemerintahan Muhammad Ali Basha yang membuatkan Muhammad Ali Basha tidak menyetujuinya. Oleh kerana itu, Muhamad Ali Basha telah memperlengkapkan tenteranya untuk memerangi golongan Wahabi/ Salafi, di bawah pimpinan anaknya Ibrahim Basha (abang suluong).

Pada tahun 1232H Ibrahim Basha bersama tenteranya tiba di Ad Dar'yah yang merupakan ibu negeri Wahabi/ Salafi yang pertama di Riyad, maka berlakulah pertempuran sengit yang berakhir pada bulan Zul Qa'edah 1233H dan berakhir dengan tertangkapnya Abdullah b. Saud.

AMIR WAHABI/ SALAFI DIHUKUM BUNUH

Amir Wahabi/ Salafi yang ditangkap telah di bawa bersama pembesarnya ke Mesir dan tiba di sana pada 17 Muharram 1234H. Mereka kemudianya diarak oleh beberapa orang askar dengan penuh kehinaan, lalu berbondong-bondonglah penduduk Mesir menyaksikan perarakan yang bersejarah itu. Apabila Amir Wahabi/ Salafi memasuki istana, Muhamad Ali Basha dengan tersenyum duduk disisinya seraya berkata ;

Muhammad Ali Basha : Apakah (peperangan) ini berterusan?

Amir Wahabi/ Salafi : Ini adalah peperangan timbal balik (sekali menang dan sekali kalah ).

Muhammad Ali Basha: Apa pendapat kamu tentang anakku Ibrahim Basha ?

Amir Wahabi/ Salafi: Beliau seorang yang gigih dan kuat, seperti kami juga.

Muhammad Ali Basha : Aku berharap pada kamu di sisi Maulana as-Sultan.

Lalu mereka pun menuju ke bilik Ibrahim Basha di Bulaq ,bersamanya terdapat sebuah kotak kecil yang berbungkus .

Muhamad Ali Basha : Apa ini ?

Amir Wahabi/ Salafi : Ini aku dapat daripada ayahku yang beliau perolehi di sebuah bilik sahabatnya bersama ku.

Kemudian Muhammad Ali Basha menyuruh agar kotak tersebut di buka. Di dalamnya ada 3 lembaran Mushaf daripada khazanah al-Muluk yang tidak pernah dilihatnya lebih baik sebelum ini,di samping itu juga terdapat 300 butir permata yang besar-besar daripada zamrud. Rupanya kaum Wahabi/ Salafi ini kalah juga dengan kemewahan dunia.

Muhamad Ali Basha : Ini yang kamu ambil di Hujrah as-Syarif ( di dalam maqam Rasulullah)

Amir Wahabi/ Salafi : Aku dapat daripada ayahku, beliau tidak mengambilnya di Hujrah as-Syarif ,bahkan memperolehinya daripada penduduk Mekah dan Madinah dan daripada orang-orang as-Syarif.

Muhammad Ali Basha: Sah! Kamu ambil daripada as-Syarif.

Kemudian Amir Wahabi/ Salafi pun di hantar ke Darul Khilafah Uthaminah ,sementara itu Muhammad Ali Basha kembali semula ke Hijaz dan seterusnya ke Mesir pada Muharram 1230H.,selepas beliau memusnahkan Negeri ad-Dar'yah sehinggalah golongan Wahabi/ Salafi meninggalkan penempatan mereka. Ketika Amir Wahabi/ Salafi tiba di Darul Khilafah Utmaniah pada bulan Rabi'ul Awal, beliau bersama pengikutnya diarak mengelilingi Kota Turki untuk dipertontonkan oleh semua lapisan masyarakat. Akhirnya Amir Wahabi/ Salafi dihukum bunuh di “Bab Hamaayun ” manakala para pengikutnya pula dihukum bunuh di sudut yang berbeza-beza.

Apa yang dapat kita fahami daripada rentetan peristiwa tersebut ialah golongan Wahabi/ Salafi acuan Badwi ini sentiasa mengamalkan sikap berperangan dan membuat kekacauan di Semenanjung Tanah Arab. Kemudian bercita-cita pula untuk menguasai seluruh Tanah Arab. Kini mereka cuba untuk menguasai pemikiran umat Islam sedunia melalui cara halus pula, iaitu dengan menerapkan ajaran mereka walaupun sedikit terutamanya kepada golongan pelajar. Mereka semakin maju ke hadapan apabila orang-orang yang telah diracun mindanya ini menyertai perjuangan jemaah-jemaah besar seluruh dunia hingga ada yang bertaraf pemimpin. Apa tindakan kita?

SERANGAN JIHAD TERHADAP WAHABI/ SALAFI

Banyak di kalangan Ulama' Mekah, Madinah, Qadhi dan Mufti di seluruh pelusuk dunia berfatwa agar serangan jihad dilancar ke atas golongan Wahabi/ Salafi ketika itu. Mereka terdiri daripada kalangan ulama' yang muktabar seperti As-Shaikh Ahmad al-Ba Alawi, As-Shaikh Umar Abdul Rasul, As-Shaikh Aqail b. Yahya al-'Alawi , As-Shaikh Abdul Malik dan As-Shaikh Hussin al-Maghribi.

Setelah mereka selesai menunaikan solat lalu menuju ke 'Bab as-Thani', mereka dapati sekumpulan orang Islam telah dizalimi dan diseksa dengan sengaja oleh golongan yang ingin memasuki Masjidil Haram serta diancam untuk dibunuh, maka bertempiaranlah mereka melarikan diri dan memberitahu golongan Wahabi/ Salafi bahawa mereka adalah penduduk Mekah. Setelah itu berhimpunlah sekelian ulama' di bahagian mimbar untuk mendengar khutbah yang disampaikan oleh Khatib Abu Hamid lalu beliau membaca Risalah Muhammad Abdul Wahab an-Najdi al-Mal'uni. berbunyi : Wahai! Ulama',Qadhi, Mufti adakah kamu dengar dan tahu akan perutusan ini…..…

( Sila rujuk beberapa Risalah Muhamad Abdul Wahab an-Najdi al-Mal'uni at-Tamimi al-Kadzabi )

Kemudian ada pula daripada Ulama', Qadhi, Mufti bermazhab empat dari kalangan penduduk Mekah di seluruh dunia yang datang untuk mengerjakan haji bersidang dan bermusyawarah sementara menunggu 10 Muhaaram untuk memasuki Masjidil Haram. Akhirnya ulama' menghukumkan mereka kafir dan mengarahkan Amir Mekah memaksa dan menyingkirkan mereka (golongan *error* ) keluar daripada Masjidil Haram. Setelah itu mereka mewajibkan semua orang Islam membantu dan bersatu. Barang siapa yang melarikan diri tanpa uzur adalah berdosa, dan barang siapa memeranginya jadilah mujahid dan barang siapa yang dibunuh memperolehi syahid. Akhirnya ijmak ulama' bersepakat tanpa berlaku sebarang kekhilafan, telah menulis surat kepada Amir Mekah. Selepas menunaikan solat Maghrib mereka pun mengadap Amir Mekah. Justeru itu, seluruh penduduk Mekah bersatu serta mendokong kesatuan Amir Mekah untuk melancarkan serangan jihad dan menyingirkan mereka daripada Mekah (Sila rujuk al-ajwibahtu al-Makkiyatu fi rad 'al ar-Risalati an-Najdiyati m.s.84-86 )

Kesimpulannya disini, Muhammad Abdul Wahab dan para pengikutnya bolehlah ditakrifkan sebagai Bughah, iaitu sekumpulan orang Islam yang bermusuh atau ingkar kepada Pemeritah Tertinggi sehingga tertubuhnya sebuah pasukan bersenjata dan berhasrat untuk menentang Pemerintah Tertinggi. Dan dari segi hukumnya, mereka ini wajib diperangi setelah diberi nasihat dan amaran.

Peristiwa seumpama ini sebenarnya pernah berlaku di zaman sahabat. Antaranya ialah peperangan antara Saidina Abu Bakar dengan Musailamah Al-Kazab yang mengaku menjadi nabi , setelah itu peperangan Siffin antara golongan Saidina Ali dengan tentera Muawiyah ,dan juga tentera Khawarij. ( lihat kitab Qalyubi Wa Umairah .Bab Bughah m.s.171-174 Kitab unggul Mazhab Syafi’e)

Tuesday, November 18, 2008

Qunut dalam Sembahyang Subuh

Qunut dalam Sembahyang Subuh.

Di dlm mazhab Syafie sudah disepakati bahawa membaca doa qunut dlm sembahyang
Subuh , pada iktidal rakaat kedua adalah sunat abíad dlm erti diberi pahala bagi orang yg
mengerjakannnya dan bagi yg lupa atau lalai mengerjakannya disunatkan utk
menggantikannya dgn sujud sahwi.

Tersebut dlm kitab Al-Majmuí syarah Muhazzab jilid 3 hlm.504, maksudnya:
ìDlm mazhab Syafie disunatkan qunut pada solat subuh sama ada ketika turun bencana
atau tidak. Dgn hukum inilah berpegang majoriti ulamak salaf dan orang2 yg sesudah
mereka atau kebanyakan dari mereka. Dan diantara yg berpendapat demikian adalah Abu
Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ibnu Abbas,
Barraí bin Azib, semoga Allah meredhai mereka semua. Ini diriwayatkan oleh Baihaqi
dgn sanad2 yg sahih. Ramai orang yg termasuk tabiíin dan yg sesudah mereka
berpendapat demikian. Inilah juga mazhab Ibnu Abi Laila, Hasan, Ibnu Salah, Malik dan
Daud.î

Tersebut dlm kitab Al-Um jilid 1 hlm.205 bahawa Imam Syafie berkata,maksudnya:
ìTak ada qunut dlm sembahyang lima waktu kecuali sembahyang subuh. Kecuali jika
terjadi bencana maka boleh qunut pada semua sembahyang jika imam menyukaiî
Tersebut dlm kitab Al-Mahalli jilid 1 hlm.157, berkata Imam Jalaluddin Al-Mahalli, maksudnya:
ìDisunatkan qunut pada iktidal rakaat kedua drpd solat subuh dgn doa, Allahumahdini
hingga akhirnyaî Demikianlah keputusan dan kepastian hukum tentang qunut subuh dalam mazhab kita Syafie.

ALASAN ORANG-ORANG YG MENOLAK QUNUT

Ada orang yg berpendapat bahawa Nabi Muhammad saw melakukan qunut satu bulan shj
berdasarkan hadith Anas ra, maksudnya:

ìBahawasanya Nabi saw melakukan qunut selama satu bulan sesudah rukuk sambil
mendoakan kecelakaan ke atas beberapa puak Arab kemudian baginda
meninggalkannya.î Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Kita menjawab:

Hadith daripada Anas tersebut kita akui sebagi hadith yg sahih kerana terdapat dlm kitab
Bukhari dan Muslim. Akan tetapi yg menjadi permasalahan sekarang adalah
kata:(thumma tarakahu= Kemudian Nabi meninggalkannya).
Apakah yg ditinggalkan oleh Nabi itu? Meninggalkan qunutkah? Atau meninggalkan berdoa yg mengandungi kecelakaan ke atas puak-puak Arab?
Untuk menjawab permasalahan ini lah kita perhatikan baik2 penjelasan Imam Nawawi
dlm Al-Majmuíjil.3,hlm.505 maksudnya:
ìAdapun jawapan terhadap hadith Anas dan Abi Hurairah r.a dlm ucapannya dengan
(thumma tarakahu) maka maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas
orang2 kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka shj. Bukan meninggalkan
seluruh qunut atau meninggalkan qunut pada selain subuh. Pentafsiran spt ini mesti
dilakukan kerana hadith Anas di dlm ucapannya ísentiasa Nabi qunut di dlm solat subuh
sehingga beliau meninggal duniaí adalah sahih lagi jelas maka wajiblah menggabungkan di antara kedua-duanya.î Imam Baihaqi meriwayatkan dan Abdur Rahman bin Madiyyil, bahawasanya beliau berkata, maksudnya:
ìHanyalah yg ditinggalkan oleh Nabi itu adalah melaknat.î
Tambahan lagi pentafsiran spt ini dijelaskan oleh riwayat Abu Hurairah ra yg berbunyi,
maksudnya:
ìKemudian Nabi menghentikan doa kecelakaan ke atas mereka.î
Dengan demikian dapatlah dibuat kesimpulan bahawa qunut Nabi yg satu bulan itu
adalah qunut nazilah dan qunut inilah yg ditinggalkan, bukan qunut pada waktu solat
subuh.
2. Ada juga orang2 yg tidak menyukai qunut mengemukakan dalil hadith Saad bin Thariq
yg juga bernama Abu Malik Al-Asjaíi, maksudnya:
ìDari Abu Malik Al-Asjaíi, beliau berkata: Aku pernah bertanya kpd bapaku, wahai
bapa! sesungguhnya engkau pernah solat di belakang Rasulullah saw, Abu Bakar, Usman
dan Ali bin Abi Thalib di sini di kufah selama kurang lebih dari lima tahun. Adakah
mereka melakukan qunut?. Dijawab oleh bapanya:îWahai anakku, itu adalah bidíah.î
Diriwayatkan oleh Tirmizi.

Kita jawab:

Kalau benar Saad bin Thariq berkata begini maka sungguh menghairankan kerana
hadith2 tentang Nabi dan para Khulafa Rasyidun yg melakukan qunut banyak sangat
sama ada di dlm kitab Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasaíi dan Baihaqi.
Oleh itu ucapan Saad bin Thariq tersebut tidaklah diakui dan terpakai di dlm mazhab
Syafie dan juga mazhab Maliki.
Hal ini disebabkan oleh kerana beribu-ribu orang telah melihat Nabi melakukan qunut,
begitu pula sahabat baginda. Manakala hanya Thariq seorang shj yg mengatakan qunut
itu sebagai amalan bidíah.
Maka dlm kes ini berlakulah kaedah usul fiqh iaitu:
ìAlmuthbitu muqaddimun aíla annafiî
Maksudnya: Orang yg menetapkan lebih didahulukan atas orang yg menafikan.
Tambahan lagi orang yg mengatakan ADA jauh lebih banyak drpd orang yg mengatakan
TIDAK ADA.
Seperti inilah jawapan Imam Nawawi didlm Al-Majmuí jil.3,hlm.505, maksudnya:
ìDan jawapan kita terhadap hadith Saad bin Thariq adalah bahawa riwayat orang2 yg
menetapkan qunut terdapat pada mereka itu tambahan ilmu dan juga mereka lebih
banyak. Oleh itu wajiblah mendahulukan merekaî
Pensyarah hadith Turmizi yakni Ibnul ëArabi juga memberikan komen yg sama terhadap
hadith Saad bin Thariq itu. Beliau mengatakan:îTelah sah dan tetap bahawa Nabi
Muhammad saw melakukan qunut dlm solat subuh, telah tetap pula bahawa Nabi ada
qunut sebelum rukuk atau sesudah rukuk, telah tetap pula bahawa Nabi ada melakukan
qunut nazilah dan para khalifah di Madinah pun melakukan qunut serta Sayyidina Umar
mengatakan bahawa qunut itu sunat,
telah pula diamalkan di Masjid Madinah. Oleh itu janganlah kamu tengok dan jgn pula
ambil perhatian terhadap ucapan yg lain drpd itu.î
Bahkan ulamak ahli fiqh dari Jakarta yakni Kiyai Haji Muhammad Syafie Hazami
di dlm kitabnya Taudhihul Adillah ketika memberi komen terhadap hadith Saad
bin Thariq itu berkata:
ìSudah terang qunut itu bukan bidíah menurut segala riwayat yg ada maka yg bidíah itu
adalah meragukan kesunatannya sehingga masih bertanya-tanya pula. Sudah gaharu
cendana pula, sudahh tahu bertanya pulaî
Dgn demikian dapatlah kita fahami ketegasan Imam Uqaili yg mengatakan bahawa Abu
Malik itu jangan diikuti hadithnya dlm masalah qunut.(Mizanul Iítidal jil.2,hlm.122)

3. Ada juga orang mengetengahkan riwayat dari Ibnu Masuíd yg mengatakan,
maksudnya: ìNabi Muhammad saw tidak pernah qunut di dlm solat apa pun.î
Kita jawab:
Riwayat ini menurut Imam Nawawi dlm Al-Majmuí adalah terlalu dhaif kerana di antara
perawinya terdapat Muhammad bin Jabir A-Suhaimi yg ucapannya selalu ditinggalkan
oleh ahli2 hadith. Tersebut dlm kitab Mizanul Iítidal karangan Az-Zahabi bahawa
Muhammad bin Jabir As-Suhaimi adalah orang yg dhaif menurut perkataan Ibnu Muíin
dan Imam Nasaíi.
Imam Bukhari mengatakan: ìIngatannya tidak kuat!î
Imam Abu Hatim mengatakan:îDlm waktu yg akhir dia agak pelupa dan kitabnya telah
hilang.î(Mizanul Iítidal jil. 3, hlm.492)
Kita juga boleh mengatakan dgn jawapan terdahulu bahawa orang yg mengatakan ADA
lebih didahulukan drpd orang yg mengatakan TIDAK ADA berdasarkan kaedah:-
ìAl-muthbitu muqaddamun aíla annafiî maksudnya: Orang yg menetapkan lebih
didahulukan atas orang yg menafikan.
4. Ada juga yg mengajukan dalil bahawa Ibnu Abbas berkata, maksudnya:
ìQunut pada solat subuh itu bidíahî
Kita jawab:
Hadith ini dhaif sangat kerana AlBaihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila Al-Kufi dan
Baihaqi sendiri mengatakan bahawa hadith ini tidak sahih kerana Abu Laila itu adalah
matruk(orang yg ditinggalkan hadithnya).
Tambahan lagi pada hadith yg lain Ibnu Abbas sendiri mengatakan, maksudnya:
ìBahawa Nabi saw melakukan qunut pada solat subuh.î
5. Ada juga yg membawa dalil bahawa Ummu Salamah berkata, maksudnya:
ìBahawasanya Nabi saw melarang qunut pada solat subuh.î
Kita jawab:
Hadith ini juga dhaif kerana diriwayatkan dari Muhammad bin Yaíla dari Anbasah bin
Abdurrahman dari Abdullah bin Nafi dari bapanya dari Ummu Salamah.
Berkata Daruqutni: Ketiga2 orang itu adalah lemah dan tidak benar kalau Nafi
mendengar hadith itu dari Ummu Salamah.

Tersebut dlm Mizanul Iítidal: Muhammad bin Yaíla itu diperkata-katakan oleh Imam
Bukhari bahawa dia banyak menghilangkan hadith. Abu Hatim mengatakannya
matruk.(mizanul Iítidal 4/70). Anbasah bin Abdurrahman menurut Imam Bukhari
hadithnya matruk. Manakala Abdullah bin Nafi adalah orang yg banyak meriwayatkan
hadith munkar.(Mizanul Iítidal 2/422)

- Mengenai Qunut, memang terdapat Ikhtilaf pada 4 madzhab, masing masing
mempunyai pendapat, sebagaimana Imam Syafii mengkhususkannya pada setelah ruku
pada rakaat kedua di shalat subuh.., dan Imam Malik mengkhususkannya pada sebelum
ruku pada Rakaat kedua di shalat subuh (Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughulmaram Bab
I),
mengenai Qunut dengan mengangkat kedua tangan telah dilakukan oleh Rasul saw dan
para sahabat, maaf saya tak bisa menyebut satu persatu, namun hal itu teriwayatkan pada
: Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Rafíul yadayn filqunut, Sunan Imam
Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab Kitabusshalat Juz 7 hal 178
dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan
banyak lagi.
Mengenai dalil shahih masalah qunut, sanadnya adalah sebagai berikut :














dikatakan oleh Umar bin Ali Al Bahiliy, dikatakan oleh Khalid bin Yazid, dikatakan
Jakfar Arraziy, dari Arrabií berkata : Anas ra ditanya tentang Qunut Nabi saw bahwa
apakah betul beliau saw berqunut sebulan, maka berkata Anas ra : beliau saw selalu terus
berqunut hingga wafat, lalu mereka mengatakan maka Qunut Nabi saw pada shalat subuh
selalu berkesinambungan hingga beliau saw wafat, dan mereka yg meriwayatkan bahwa
Qunut Nabi saw hanya sebulan kemudian berhenti maka yg dimaksud adalah Qunut
setiap shalat untuk mendoakan kehancuran atas musuh musuh, lalu (setelah sebulan)
beliau saw berhenti, namun Qunut di shalat subuh terus berjalan hingga beliau saw wafat.
berkata Imam Nawawi : mengenai Qunut subuh, Rasul saw tak meninggalkannya hingga
beliau saw wafat, demikian riwayat shahih dari anas ra. (Syarah nawawi ala shahih
Muslim)

Berkata Imam Ibn Hajar AL Asqalaniy : Dan telah membantah sebagian dari mereka dan
berkata : Telah sepakat bahwa Rasul saw membaca Qunut Subuh, lalu berikhtilaf mereka
apakah berkesinambungan atau sementara, maka dipeganglah pendapat yg disepakati
(Qunut subuh), sampai ada keterangan yg menguatkan ikhtilaf mereka yg menolak
(Fathul Baari Bisyarah shahih Bukhari oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy)
Dan berkata Imam Ibn Abdul Barr : sungguh telah shahih bahwa Rasul saw tidak berhenti
Qunut subuh hingga wafat, diriwayatkan oleh Abdurrazaq dan Addaruquthniy dan di
shahihkan oleh Imam Alhakim, dan telah kuat riwayat Abu Hurairah ra bahwa ia
membaca Qunut subuh disaat Nabi saw masih hidup dan setelah beliau saw wafat,
Dan dikatakan oleh Al Hafidh Al Iraqiy, bahwa yg berpendapat demikian adalah Khulafa
yg empat (Abubakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahuíanhum), dan Abu Musa ra, Ibn
Abbas ra, dan Al Barraí, dan lalu diantara para Tabiin : Hasan ALbashriy, Humaid, Rabií
bin khaytsam, Saíid ibn Musayyab, Thawus, dan banyak lagi, dan diantara para Imam yg
berpegang pada ini adalah Imam Malik dan Imam Syafii,
Walaupun ada juga yg mengatakan bahwa Khulafa Urrasyidin tidak memperbuatnya,
namun kita berpegang pada yg memperbuatnya, karena jika berbenturan hukum antara yg
jelas dilakukan dengan yg tak dilakukan, maka hendaknya mendahulukan pendapat yg
menguatkan melakukannya daripada pendapat yg menghapusnya. (Syarh Azzarqaniy alal
Muwatta Imam Malik)
Imam Ibn Abdul Bar kemudian menyebutkan pula pendapat yg menentang pendapat
diatas.
walhasil saudaraku, tak perlu diperpanjang perdebatan masalah Qunut, karena telah baku
bahwa Imam Malik dan Imam Syafii melakukannya, dan Imam Hanafi dan Imam
Hambali tak melakukannya.

Tuesday, November 11, 2008

Video Klip 'Sajak Kematian' Di Sekolah

Video Klip 'Sajak Kematian' Di Sekolah




Bismillahirrahmannirrahim...

Wahai hamba Allah... engkau kini telah kembali kehadrat Allah...

Wahai hamba Allah... setelah kami meninggalkan mu nanti... akan datang kepadamu dua makhluk... janganlah engkau takut dan bimbang... kerana mereka juga hamba Allah sepertimu... mereka akan mendudukkanmu... (latar belakang bacaan surah Yaasiin) dan bertanyakanmu - siapa Tuhanmu..?
apa agamamu..?
siapa imam pemimpinmu..?
apa kiblatmu..?
siapa saudaramu..?

Hai hamba Allah... janganlah takut... jawablah dengan tenang... dan dengan lidah yang fasih lagi jelas...
Allah Tuhanku...
Islam agamaku...
Muhammad Rasulullah Imam pemimpinku...
Ka'abah kiblatku...
Orang-orang Islam saudaraku...

*bunyi tapak kaki...
*malaikat...
Marobbuka... Marobbuka... (menjerit)MAROBBUKA...!!!

Wahai hamba Allah... mari kemari... kekampung asalmu... pulanglah dari kemaraan... apa yang kau bawa haaa..? apa yang kau bawa..?
Busuk..! busuk..!
Jijik, jijik...
Kenapa badan kau sebusuk ini...???
Apa yang kau buat sepanjang hidupmu..?
Cakap..! cakap..! CAKAP...!!!

*hamba Allah...
Saya derhaka dengan Tuhan... saya tak peduli Tuhan... (sambil mengerang)saya belakangkan Tuhan... saya...saya...saya...langgar apa saja dari Tuhan...


*malaikat...
Tapi sekarang... (menjerit)ENGKAU TAK DAPAT LARI LAGI DARI TUHAN BUKAN...???

*hamba Allah...
(mengerang menjerit)TUHAN...!!! TUHAN...!!! ampunkan aku...


*malaikat...
Apa lagi kerja engkau didunia..?

*hamba Allah...
(merintih)Saya sombong... tamak... hasad... pemarah... dendam... besar diri...... tinggi diri... saya berlagak bagai tuan... tidak membawa watak hamba Allah......

*malaikat
(menjerit)PUKUL...!!! PUKUL...!!! (latar belakang bunyi seksaan kubur, sebatan dan jeritan mengaduh kesakitan)...

*malaikat...
Boleh engkau sombong sekarang..?

*hamba Allah...
Tuhan...... ampunkan saya...


*malaikat...
BUSUK...!!! BUSUK...!!! APA LAGI YANG KAU BAWA...???

*hamba Allah...
(terketar-ketar)saya... pecah belahkan orang... saya... salahgunakan kuasa dan wang...... saya zalimi isteri dan anak-anak... serta ibubapa... Tuhan tolong ampun.........


Saya halang... orang berdakwah... saya hancurkan ekonomi orang Islam...

*malaikat...
(menjerit)PUKUL...!!! PUKUL...!!! (latar belakang bunyi seksaan kubur, sebatan dan jeritan mengaduh kesakitan)...

RASAKAN...!!! RASAKAN...!!!

*hamba Allah...
(merintih menjerit memohon ampun...)

Saturday, November 8, 2008

MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT


Muta’akhir ini, pertembungan antara kaum muda dan kaum tua diHANGATkan semula. Perkara ini sangat bahaya kepada perpaduan ahli sunnah wal jamaah yang terdiri daripada pendokong al asya’irah, al maturidiah, dan pendokong metodologi salaf yang sebenar. Ulama’ khalaf (merujuk kepada zaman) tidak pernah menolak kaedah dan pendapat ulama’ salaf(merujuk kepada zaman, bukan mazhab) bahkan menjadi rujukan mereka sepanjang masa. Yang timbul sekarang ialah segolongan ‘ulama’ dan ‘ustaz’ yang mendakwa diri mereka mengikut manhaj salaf, menyesatkan dan menghukumkan bid’ah yang sesat kepada sesiapa yang mengikut pendapat khalaf.

Artikel di bawah menghuraikan asal usul punca perbezaan pendapat antara metodologi salaf dan khalaf.

AYAT 7 SURAH ALI IMRAN

﴿هُوَ الَّذِى أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَـبَ مِنْهُ آيَـتٌ مُّحْكَمَـتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَـبِ وَأُخَرُ مُتَشَـبِهَـتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـبَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللَّهُ وَالرَسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَـبِ ﴾

Maksudnya: ” Dialah (Allah) yang menurunkan kepada kamu al Qur’an, daripadanya ada ayat muhkamat(mempunyai hukum yang jelas) yang menjadi asas kitab Al Qur’an, dan yang lainnya ayat mutasyabihat(samar). Maka adapun orang yang di dalam hatinya cenderung kepada kesesatan, lalu mereka mengikut apa yang yang samar-samar daripadanya (ayat-ayat mutasyabihat), bertujuan mencari fitnah dan mencari makna yang lain. Dan tidaklah mengetahui makna sebenarnya melainkan Allah , dan orang-orang yang mendalami ilmu berkata ‘kami telah beriman dengannya(ayat mutasyabihat) , semuanya dari sisi Tuhan kami, Dan tidaklah mengambil peringatan melainkan orang-orang yang mempunyai akal fikiran.”

Jadi, Al-Quran terdiri dari dua macam :
Ayat Muhkam
Yaitu ayat yang hanya mempunyai satu arti menurut aturan bahasa Arab atau lainnya, arti ayat itu jelas diketahui. Misalnya :
Tidak ada yang serupa dengan-Nya (QS Asyura :11)
Dan tidak satupun yang sesuatupun yang menyamai-Nya (Al-Ikhlas :4)

Ayat Mutasyabih
Yaitu ayat-ayat yang dapat memiliki banyak arti menurut bahasa Arab. Penunjukan makna ayat ini membutuhkan pemikiran yang dalam sehingga dapat diterima. Misalnya Surat Thaha : 5
“(Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy. (QS. 20:5)
Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur. (QS. 35:10)

Menurut kaidah bahasa Arab, itu adalah ayat mutasyabihat, sehingga memiliki banyak arti. Pemilihan maknanya harus dilakukan sehingga sesuai dengan kaidah bahasa dan agama, dan tidak bertentangan dengan ayat muhkam. Ayat-ayat Al-Quran tidak mungkin saling bertentangan. Beritu juga hadis tidak boleh saling bertentangan. Juga hadis tidak mungkin bertentangan dengan ayat Al-Quran. Ada dua metodologi untuk menerangkan ayat mutasyabihat, keduanya benar :
1. metodologi Salaf
2. metodologi khalaf

Metodologi Salaf
Salaf adalah ulama yang hidup pada masa tiga abad pertama hijrah. Metodologi ini adalah pemberian penjelasan umum, sehingga ulama salaf ayat ini memiliki arti sesuai dengan kesempurnaan Allah. Daripada mengatakan artinya, mereka merujukkan ayat-ayat mutasyabih ke ayat muhkam. Contoh yang baik adalah
perkataan Imam Syafii :
“Saya percaya dengan apa yang Allah turunkan sesuai makna yang diinginkan-Nya, dan apa yang Rasulullah sampaikan sesuai dengan makna yang dia maksud.”

Dengan perkataan lain, arti yang sesuai tidak berdasarkan makna fisik dan indra yang salah, yang akan membawa kepada misalnya tempat, bentuk, kaki, gerakan, duduk, warna, arah, tersenyum, tertawa atau makna lain yang tidak boleh disifatkan kepada Allah. Lebih lanjut, orang Arab pada ketiga abad itu memiliki bahasa Arab yang alami dan sangat fasih. Mereka memahami bahwa ayat-ayat itu memiliki makna yang layak bagi Allah, dan mustahil bahwa mereka akan memberi makna fisik dan indrawi yang tidak layak bagi Allah.

Meski demikian, telah diketahui bahwa beberapa ulama salaf memberi makna tertentu kepada ayat Mutasyabih. Imam Bukari dalam Shahih-nya, bab Tafsirul Quran, memberi makna tertentu kepada lafal “illa wajhahu” yaitu dalam QS Al-Qashash 88. Dia mengatakan, “illa mulkahu”, yaitu dia mengatakan bahwa “wajh” – yang disifatkan kepada Allah – artinya “mulk” atau “kerajaan/kekuasaan”.

Metodologi Khalaf
Khalaf adalah ulama yang hidup sesudah 3 abad pertama hijrah. Metodologi ini adalah memberikan makna tertentu kepada ayat mutasyabih. Ulama khalaf yang hidup pada saat di mana orang mulai kehilangan bahasan alami dan kefasihan berbahasa Arab. Melihat bahwa orang Arab kemampuan bahasa alaminya menurun dan mereka takut pada orang yang hatinya condong kepada kesesatan akan membaca ayat mutasyabih dengan arti yang tidak layak bagi Allah, sebagaimana Surat Ali Imran ayat 3 di atas. Untuk menjaga aqidah Islam, ulama khalaf mengikuti contoh di antara ulama salaf yang memberi arti tertentu pada ayat-ayat mutasyabih. Dengan mengacu ayat itu dengan ayat muhkam, mereka memberi arti tertentu kepada ayat mutasyabih yang sesuai dengan kaidah bahasa dan agama. Mereka memberi makna yang benar dan dapat diterima pada ayat mutasyabih.

Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. 3:7).

Sehubungan dengan ayat ini Ibn Abas : “Saya adalah satu dari orang yang mendalam ilmu agamanya”. Masyhur bahwa Ibn Abbas adalah unggul di antara sahabat dalam menerangkan arti ayat Quran.

Di antara orang yang hatinya condong kepada kesesatan adalah musyabbiha, yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Mereka secara salah mengklaim bahwa dilarang menunjuk pada arti tertentu pada ayat mutasyabih dan khususnya yang berhubungan dengan sifat Allah. Lebih lanjut, mereka membuat aturan yang keliru bahwa penunjukkan makna tertentu pada ayat tersebut yang akan membawa kepada peniadaan sifat-sifat Allah. Klaim mereka ini membawa pada interpretasi ayat Quran saling kontradiksi dan juga interpretasi antar hadis, dan interpretasi hadis dan Quran. Lebih lanjut klaim mereka ini telah menuduh ulama-ulama salaf dan khalaf dengan fitnah bahwa mereka meniadakan sifat-sifay Allah. Ini akan meliputi : Ibn ‘Abbas, Sufyan ath-Thawri, Mujahid, Sa’id Ibn Jubayr, Malik, Ahmad, al-Bukhari, an-Nawawi, Ibn Rajab al-Hanbali, Ibn-ul-Jawzi, Ibn Hajar , al-Bayhaqi, Abu Fadl at-Tamimi, ‘Abdul-Qahir al-Baghdadi, ulama hadis dan ahli bahasa Murtada az-Zabidi, dll. (Ketr. lihat isi artikel berikutnya…)

Dengan klaim mereka ini, mereka bertentangan dengan Rasul. Al-Bukhari menyatakan bahwa Rasul melakukan doa untuk Ibn Abbas. Rasul saw mengatakan :
Ya Allah, ajari dia ilmu hadis dan penjelasan Quran.

Dalam bab Tafsir al-Qur’an, Imam al-Bukhari mengatakan bahwa kata wajhahu dalam Surat al-Qasas, ayah 88, berarti “Kerajaan/kekuasan-Nya.” Tetapi, mushabbihah yang menserupakan Allah dengan makhluk mengatakan, “Kami tidak menginterpretasikan, tetapi memilih makna literal,” sehingga mereka mengatakan wajhahu artinya “muka-Nya.”

Ibn Hajar al-’Asqalani, dalam Al-Fath (Sarah Sahih al-Bukhari), Volume 6, hal 39-40: ” ….. sehubungan dengan perkatakan sifat Allah , ad-dahik (tertawa), artinya “mengasihi,’ dekat dengan makna ‘menerima kebiakan’. Tetapi mushabihah berkeras mengambil makna literal, sehingga mereka mengatakan bahwa Allah tersenyum atau tertawa.

Dalam Surat Al-Qalam 42 :
Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (QS. 68:42)
Salaf mengatakan lafal “saq” sebagai “suatu kesulitan”, sehingga makna ayat adalah “hari yang penuh ketakutan dan kesulitan”. Penjelasan ini diberikan oleh Ibn ‘Abbas, Mujahid, Ibrahim an Nakh’i, Qatadah, Sa’id Ibn Jubayr, dan sejumlah ulama. baik Imam al-Fakhr ar-Razi dalam Tafsir Qur’an, Volume 30, hal 94 dan Imam al-Bayhaqi dalam Al-’Asma’ was-Sifat, (hal 245) dan Fath-al-Bari, (Volume;13, hal 428) meriwayatkan penjelasan dari Ibn ‘Abbas. Ibn Qulayb Juga menyatakan dari Sa’id Ibn Jubayr yang mendapat ilmu dari ‘Abdullah Ibn ‘Abbas and Ibn ‘Umar. Tetapi mutashabihah berkeras pada makna literal dan mensifati pada Allah “betis”, dengan mengartikan literal ‘betis’.

Dalam Al-Baqarah 115 : Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:115)
Imam Mujahid, murid Ibn ‘Abbas, mwngatakan bahwa kata wajh artinya ‘qiblat,’ i.e., ara prayers pada waktu sahalat sunah dalam perjalanan atau naik hewan. Tetapi orang mushabihah berkeras dengan makna literal, mereka mengartikan “muka/wajah”.

Begitu juga, jika ayat 12 At-Tahrim :” Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami”, diambil makna literal artinya Allah meniup sebagian dari Ruh-Nya kepada Isa. Ulama mengatakan artinya : Allah menyuruh Jibril untuk meniup ke dalam Nabi Isa ruh yang dimuliakan Allah. Juga dalam Shad 75, secara literal berarti : Allah berfirman: “Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. …” (QS. 38:75) Para ulama mengatakan arti “yadain” adalah “perhatian/kasih (care)”. Tetapi, orang mushabihah berkeras bahwa arti yadain adalah tangan. Juga An-Nur :35, “ Allah adah Cahaya langit dan bumi…”. Para ulama mengartikan : ‘Allah (Pencipta/Pemberi) petunjuk di langit dan bumi’. Tetapi mushabihah berkeras dengan makna literal, Allah adalah cahaya. Al-Fajr:22 : “Datanglah Tuhanmu..”. Imam Ahmad Ibn Hanbal, mengartikan : Kekuasaan Allah telah datang. Hafiz Imam al-Baiaqi dalam Manaqib Ahmad, menerangkan dari sanad sahih. Juga Ibn al-Jawzi al-Hanbali, ulama Madzhab Hambali, menyatakn bahwa Imam Ahmad menunjuk pada arti tertentu, yang dapat diterima, yang mutasyabihat. Dia juga membuktikan bahwa Imam Ahmad tidak mempercayai tentang “maji-ah” (dari ja-a) dalam ayat itu, bahwa itu adalah pergerakan. Imam Ibn Al-Jauzi, juga : Tidak mungkin Allah bergerak”. Tetapi musyabihah berkeras bahwa “Allah datang” (yi, dari satu tempat ke tempat lain). Hadis dari Bukhari (ttg. Allah nuzul /turun) dijelaskan Imam Malik : Sebagai turunya kasih sayang dan bukan gerakan. Tetapi kaum musyabihah berkeras “nuzul” artinya Allah turun dalam arti gerakan.

Mengutip Imam Asy’ari, Imam Baihaqi, dalam buku Al-Asma wa Sifat hal 488 : “Allah ta’ala tidak di suatu tempat. Gerakan, istirahat dan duduk adalah
sifat-sifat badan”Imam Ibn Rajab al-Hambali menjelaskan lafaz “istiwa” dalam Surat Taha :5 artinya “al-istila” yang artinya menguasai (subjugating). Ketika al-istila digunakan untuk menjelaskan ayat ini, itu berarti Allah menguasai Arsy dengan penguasaan tanpa awal. Jika ayat ini dijelaskan dengan cara ini, itu artinya Allah disifati dengan menguasai Arsy sebelum Arsy diciptakan, sama seperti Allah disifati sebagai pencipta sebelum sesuatu yang diciptakan ada. Dalam konteks ini, ulama memberi istilah “al-azal”, yang berarti keadaan tanpa permulaan. Jadi dapat dikatakan bahwa Allah menguasai (istila) ‘arsy dalam al-azal, yang berarti bahwa Allah menguasai ‘arsy dengan penguasaan tanpa permulaan. Tetapi kaum musyabihah berkeras dengan makna literal, mereka mengatakan istiwa artinya “duduk” di atas Singgasana atau “bertempat secara kuat” di atasnya.

Dalam bukunya Al-Mu’taqad, Imam Baihaqi menyatakan dari sanad al-’Awza’i ,Imam Malik dan Sufyan ath-Thawri serta al-Layth Ibn Sa’d, bahwa ketikamereka ditanya hadis yang mutasyabihat, mereka berkata : ”Terimalah mereka sebagaimana datangnya tanpa menerapkan ‘bagaimana’ padanya”. Hal ini karena jika seseorang bertanya bagaimana, jawabnya adalah “seperti ini atau itu”. Segala sesuatu selain Allah adalah makhluk dan Allah tidak seperti makhluk. Siapa pun tidak dapat membayangkan, Allah berbeda dari apa pun. Ketika ulama mengatakan :”….tanpa ‘bagaimana’ padanya”, mereka mengartikan bahwa Allah bersih dari sifat-sifat duduk, istirahat, bergerak, berkaki, bertubuh atau anggota tubuh. Mereka tidak mengartikan istiwa di atas singgasana… Sebaliknya, para ulama sepenuhnya meniadakan “bagaimana” pada Allah.

Sehingga pernyataan yang mengatakan “Allah duduk di atas singgasana tetapi kita tidak tahu bagaimana” adalah tertolak berdasar keterangan mereka. Siapa pun dengan suara pikiran tahu bahwa duduk, bagaimanapun caranya, adalah sifat-sifat tubuh. Bertempat membutuhkan “bagaimana” dan ditujukan kepada tubuh. Lebih lanjut, warna dan sentuhan adalah atribut tubuh dan “bagaimana” ditujukan padanya. Semuanya adalah mustahil ditujukan kepada Allah.

Hampir sama, ketika Rasul bertanya kepada budak hitam wanita: “Di mana Allah?”, para ulama mengartikan Beliau menanyakan tetntang kedudukan Allah. Dia menjawab: Fis-sama” yang artinya Allah memiliki kedudukan tertinggi. Tetapi Musyabihah berkeras pada makna literal – Rasul menanyakan tempat Allah, dan dia menjawab “Allah di langit”, artinya langit adalah tempat Allah.

Beitu juga hadis : Jika kamu mengasihi yang di bumi, kamu akan dikasihi yang di langit. Artinya Jika kamu mengasihi yang di bumi, malaikat – yang ada di langit, akan membawa kasih Allah kepadamu. Tetapi Musyabihah berkeras pada makna literal”… Allah , yang ada di langit, akan mengasihimu”

Dengan menolak pemahaman majazi, mengakibatkan adanya saling kontradiksi antar ayat-ayat Al-Quran atau hadis. Sebagai contoh hadis terkenal “Allah di antara orang dan leher peliharaannya”. Hal ini secara langsung bertentangan dengan hadis “Allah di langit” di atas.
Juga dengan Al-Hadid :4 :”Allah bersama kamu dimana pun kamu berada”. Ulama mengartikan Allah mengetahui di mana pun kamu berada.
Juga Fushilat 54: Allah meliput segala sesuatu. Juga As-Shafat :99: arti literal: “Allah di negeri-negeri syam”, karena ayat ini berhubungan dengan Sayidina Ibrahim yang sedang pindah dari Iraq ke negeri-2 Syam.
Juga Al-Baqarah :125 makna literalnya : “Ka’bah adalah rumah Allah”. Jika Surat An-Nahl 128 diambil literal, artinya menjadi “Allah bersama orang berbuat kebaikan”

Jika semua diambil makna literalnya betapa banyak kontradiksinya. Para ulamamengambil makna yang sesuai dan dapat diterima pada ayat dan hadis yang mutasyabihat berdasar bahasa dan agama, dan dengan merujuk pada ayat muhkam.

Mereka mengartikan :
Allah Maha Mengetahui dimana pun kamu berada (Hadid :4),

Allah mengetahui segala sesuatu (Fusilat:54),

Kabah adalah rumah yang sangat dimuliakan Allah (Al-Baqarah 125).

Surat Al-An’am 61 : merujuk “fauqiah” (aboveness) kekuasaan, sehinggaartinya “Segala sesuatu di bawah kekuasaan Allah
Surat An-Nahl 128 artinya Allah menolong orang-orang yang berbuat kebaikan.

Taha 5, artinya Allah menguasai Arsh dalam al-azal (tanpa permulaan),seperti seluruh sifat Allah.

Dalam pengambilan makna literal kaum musyabihah, mereka mencoba keluar dari kontradiksi dengan berkamuflase, bahwa Allah memiliki muka tanpa penampakan, dan Allah mempunyai “arah” yaitu atas, tetapi kita tidak tahu bagaimana; dan Allah mempunyai “betis” yang kita tidak tahu bagaimana betisnya. Juga mereka mengatakan Allah “duduk” tetapi kita tidak tahu bagaimana Dia duduk.

Ahli Bahasa dan hadis madzhab Hanafi, Imam Murtada Az-Zabidi, dalam bukunya Ithafus-Sadatil-Muttaqin, menolak orang yang menolak penunjukan manka yang dapat diterima pada ayat mutasyabihat dan berkeras pada makna literal. Dia mengatakan : “Pada dasarnya mereka merendahkan kedudukan Rasul; mereka mengklaim bahwa Rasul tidak tahu sifat-2 Allah yang diturunkan kepadanya; …”

Bagaimanapun Allah mengatakan Surat ash-Shu’ara’, ayah 195, “Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas” Az-Zabidi :”Orang yang mengambil posisi menentang pengambilan makna tertentu yang dapat diterima pada dasarnya adalah menyerupakan Allah dengan makhluk” Menskipun mereka berkilah dengan mengatakan bahwa Dia memiliki “tangan”, yang tidak sama dengan tangan makhluk, dan “betis” yang tidak sama dengan betis makhluk, bertempat/istawa yang tidak kita ketahui. Dia menyebut mereka:”Perkataan Anda bahwa ‘kita mengambil makna literal, yang tidak kita ketahui’ adalah kontradiksi. Jika anda mengambil makna literal, maka ‘as-saq’ dalam Surat al-Qalam, ayah 42, adalah betis, yang itu adalah bagian tubuh yang berupa kulit, daging, tulang dan syaraf. Jika Anda mengambil makna literal, maka anda telah melakukan penghinaan, dan jika anda kemudian menolaknya, bagaimana anda mengklaim melakukan makna literal?”

Penutup
Yang pasti bahwa kedua metodologi baik Salaf dan Khalaf keduanya benar dan tidak mensifati Allah dengan yang tidak layak baginya.

Singkat kata, cara pertama yang benar dalam memahami ayat mutasyabihat dalam Al-Quran adalah mempercayai sesuai yang Allah maksudkan tanpa mengatakan artinya , dan tanpa “bagaimana”, yaitu tanpa mensifati Allah duduk, berdiri, bertempat, bersifat indrawi, atau arti lain dan dikenakan pada manusia/makhluk. Dengan mengikuti metode ini, kita mengatakan, “Allah istiwa yang pantas bagi-Nya – yang bukan duduk, punya yad yang pantas bagi-Nya – yang bukan tangan, dan punya wajh yang pantas bagi-Nya – yang bukan muka”

Cara yang benar kedua adalah dengan memberi makna yang sesuai agama dan bahasa. Mengikuti metode ini, kita mengatakan “istiwa artinya ‘Dia menguasai Singgasana’, yad artinya ‘kasih/perhatian’-Nya, wajh artinya ‘Zat Allah’, ‘Kekuasaan’, atau ‘Kiblat’”.
….
Semoga Allah melindungi kita agar tidak terjatuh ke dalam perangkap menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Imam Abu Ja’far at-Tahawi, dalam Al-’Aqidatut-Tahawiyyah: “Siapa yang mensifati Allah dengan sesuatu yang ditujukan kepada manusia telah melakukan penghinaan”

Kita bermohon kepada Allah agar menjaga kita dalam jalan dan keyakinan yang benar yang dimiliki ulama Salaf dan Khalaf. Kita mohon lindungan Allah dari perangkap kesesatan, karena Rasul saw berkata dalam riwayat Tarmizi, “Seorang hamba akan mengucapkan sebuah kata yang dia tidak tahu merugikan, akan menyebabkan dia masuk ke dalam neraka selama 70 musim”. Itu adalah tempat yang hanya dicapai oleh orang kafir.

Sangat berhati-hatilah dengan apa yang kamu ucapkan untuk Allah, karena Surat Qaf, ayah 18, “setiap kata yang diucapkan akan ditulis oleh dua malaikat, Raqib dan Atid” Juga berhati-hatilah dari buku-buku tafsir/terjemahan Quran yang menserupakan Allah SWT dengan makhluk-Nya, dengan mensifati Dia dengan cahaya, tangan, betis, wajah, duduk, arah, tempat dan sejenisnya. Allah bebas dari segala kelemahan dan segala sesuatu penyerupaan dengan makhluk-Nya. Segala puji bagi Rabbul Alamien, Yang Esa yang bersih dari segala penyerupaan dan segala sifat yang tidak pantas, dan dari segala yang merendahkan yang dikatakan oleh orang yang tidak benar tentang Dia.

Bagaimana sikap kita terhadap golongan musyabbihat? Berilah penjelasan kepada masyarakat tentang kefahaman yang benar berpandukan ilmu ulama’2 salaf dan khalaf yang mujtahid serta muktabar. Ingatlah pesanan Nabi junjungan besar kita yang direkodkan oleh Imam Ahmad dari Aisyah r.a. yang maksudnya, ” Rasulullah membaca ayat ﴿هُوَ الَّذِى أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَـبَ مِنْهُ آيَـتٌ مُّحْكَمَـتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَـبِ وَأُخَرُ مُتَشَـبِهَـتٌ﴾ , lalu Nabi sallallahu alaihi wasallam

berkata , «فَإِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِين يُجَادِلُونَ فِيهِ، فَهُمُ الَّذِينَ عَنَى اللهُ، فَاحْذَرُوهُم» ,

“Maka sekiranya kamu melihat orang-orang yang berdebat padanya(ayat mutasyabihat), mereka lah yang Allah maksudkan, maka jauhilah mereka.”

Sikap ahli sunnah wal jamaah ialah mengiktiraf keilmuan ulama’-ulama’ yang menta’wil ayat-ayat mutasyabihat di kalangan salaf dan khalaf berdasarkan disiplin ilmu tafsir yang diiktiraf iaitu mengikut kaedah bahasa Arab. Kita hendaklah jauhi diri dari berdebat mempertahankan pendapat masing-masing secara melampau sehingga menyesatkan dan mencerca ulama’ yang ikhlas di sepanjang zaman. Keta’suban terhadap metod masing-masing (salaf dan khalaf) menyebabkan diri pendebat dikuasai syaitan yang sentiasa mencari peluang itu. Ingatlah Nabi pernah bersabda, ” Tidak sesat sesuatu kaum selepas (memperoleh) hidayah yang dikurniakan ke atas mereka melainkan mereka suka berdebat.”